Fandy Aditya
Tahun ini banyak sekali data leaks, yang disorot di sosmed dan media. Aku yakin data leaks itu banyak tapi, ya yang tahun ini aja baru kesorot dan trending.
Aku selalu mikir, apa sih kerugian yang paling worse yang bisa kita dapatkan dari data kita yang leaks ini? Kalau sebuah company yang datanya leaks, tentu brandnya dia jadi terancam, mungkin malah keluar cost lagi buat ngeenhance securitynya dia. Tapi di level individual itu apa?
Mbokku tiap hari, selalu nyamperin aku buat nyeritain tentang perkembangan kasus sambo. Karena dia setiap hari nonton di youtube sambil melakukan pekerjaan. Pernah ada satu moment kayak gini: “Ih si A ini gonta ganti mulu pernyataannya”. Ngomong ke aku, seolah-olah aku tau si A. “Siapa A”, aku tanya gitu. “Itu lo, pembantunya si Sambo, masa gak tau”. Ya mana aku tau, aku gak ngikutin.
Tapi ini memang bias yang nyata. Ibarat kita mengonsumsi sesuatu yang, memang terlihat seperti sesuatu yang viral dan public consumption, tapi sebenarnya banyak-banyak orang yang tidak mengonsumsi itu.
Di dunia per chat-an, ada budaya yang hampir mayoritas kontakku, orang pada menonaktifkan fitur last seen dan read mark. Kalau kita matiin fitur itu, otomatis kita juga tidak bisa melihat timestamp orang lain. Tujuan awalnya ada fitur itu sudah jelas, supaya ketauan kapan message kita di baca, kapan orang ini terakhir buka WA. Tapi informasi itu ternyata bagi kebanyakan orang lebih baik tidak ditampilkan. Aku tau alasanya, cukup obvious.
Ada pressure sosial yang seolah olah mewajibkan kita untuk membalas chat sesegera mungkin ketika sudah di read.
Tulisan ini ditulis tanggal 2.
Hari ini (tanggal 1 )aku bangun jam 7. Padahal kemarinnya aku tidur jam 2 pagi. 5 Jam tidur, tidak baik untuk tubuh. Tidak seperti biasanya, karena aku mesti perpanjang passport. Sat set sat set, selesai jam 9, dan langsung lanjut kerja.
Fast forward jam 6 sore, dan aku makan malam, dan aku pusing banget. Entah apa yang bikin pusing, karena makanannya kah, atau karena kurang tidurnya.
Hampir dua bulan lalu aku beli novel: Dune. Dan akhirnya setelah 800 halaman, novel itu selesai kubaca. Masih ada beberapa halaman tentang appendix dari buku, mungkin akan menjelaskan dari world building di dune, dan beberapa konten yang tidak di jelaskan di main storynya. Banyak yang gak dijelaskan memang, kayak semacam, udah dari sononya aja gitu. Novel yang pemilihan prosa nya seringkali susah untuku saat ini memahaminya, kadang mesti 2-3x baca dulu baru paham.
Hari ini aku kenyang banget. Kenyang begok. Tapi walaupun kenyang gini, perut penuh, perut gede, aku tetap merasa haus. Tapi kalau minum, perut jadi tambah begah, tapi rasa haus itu terus datang. Ini memang fenomena. Aku gak bilang sering terjadi tapi yaa pasti 100% pernah dirasakan oleh semua orang yang kekenyangan, at least 1x dalam hidupnya.
Karena penasaran aku searching dan ketemu jawabannya. Jadinya aku juga sekalian searching tentang fenomena yang related tentang perut begah, kenyang, capek, ngantuk tidur.
Wasting time menciptakan sesuatu yang sudah ada yang harusnya bisa kita gunakan. Di dunia software development ini sering terjadi. Bahkan aku juga sering masuk ke perangkap ini. Ada library bagus, yang sudah diciptakan oleh third party, senior engineer, yang sudah berkecimpung lama. Tapi kita tetap tidak mau menggunakannya karena itu dari “third party”. Dan malah milih bikin dari 0 yang wasting so much time dan resources. Sering terjadi, aku yakin di dunia lain juga sering gitu.
Kamu tau maksudnya apa. Yes bener, twitter sudah sukses dipindahtangankan ke Elon Musk. Setelah drama sana-sini, akhirnya udah tanda tangan kontrak dan per-hari ini twitter menjadi private company yang dimiliki oleh Elon Musk. Beberapa kali aku nulis tentang topik ini:
Elon Musk Buy Twitter
Free Speech
The bird is freed. Kita coba kilas balik dulu bagaimana sih kondisi twitter yang sekarang. Twitter headquarter tidak menggalakan free speech. Banyak akun orang-orang yang menurut mereka potensial merugikan, entah merugikan pihak siapa, di ban.
Senioritas berdasarkan umur. Yang lebih tua akan lebih di-seniorkan, akan lebih menduduki jabatan yang tinggi daripada yang lebih muda. Ini culture dunia. Tapi pada jaman sekarang, culture yang datang dari nenek moyang kita ini sudah obsolete.
Kompetensi dan umur itu tidak berbanding lurus. Sama juga dengan kebijakan dan umur. Orang yang lebih tua dari kita, belum tentu kompetensinya lebih baik dari kita. Belum tentu juga lebih bijak dari kita. Bukan berarti karena dia sudah lebih lama hidup di dunia ini dia bisa mendapatkan kebijakan dan kompetensi.
Judul ini aku parkir kemarin, pada saat malem-malem dan akhirnya baru bisa tidur jam 3 pagi. tidak bisa tidur karnea jam 1 malam, aku on fire. Terlalu banyak berita tentang technology baru akhir-akhir ini. GPT-3, Stable Diffusion, serta orang-orang yang memanfaatkannya yang akhirnya menjadi produk turunan yang lebih niche, yang revenuenya melebihi induknya sendiri, teknologi rootnya.
Aku kemarin terus scrolling twitter, terus mencari info, dan seperti biasa, banyak sekali inspirasi, banyak sekali ide-ide berdatangan.
Aku tau istilah lifestyle minimalis itu sekitar tahun 2018 akhir. Aku lagi iseng check google books di playstore, terus ada buku murah trending, mungkin sekitar dibawah 50k, tentang topik “seni hidup minimalis”. Gimana maksudnya?
Ketika aku baca buku itu, itu benar-benar konsep yang baru dan menarik buatku, satu buku kuhabiskan dibawah satu minggu. Intinya author bercerita bagaimana hidupnya menjadi 180 derajat menjadi lebih baik dengan menjalani hidup minimalis lifestyle. Yang paling obvious: Punya apa yang harus, buang apa yang tidak harus.
Fear is the mind killer. Ketakutan membuat kita menjadi bego. Kebego-an membuat kita rugi.
Kapan terakhir kalian merasa takut? Takut bukan berarti takut yang kita kira, cukup deg-degan karena naik panggung aja itu udah takut namanya.
Misal kita interview besok, terus kita selama interview kita takut deg-degan, persiapan interview kita bisa buyar. Ketakutan itu merugikan.
Tapi rasa takut ini adalah reaksi alami tubuh kita. Atas sesuatu pengalaman tidak mengenakan atau sesuatu yang tidak diketahui aka tidak pernah dilakukan.
Apa kalian pernah dengar musik, pada jaman dulu. Dengerinnya pada suatu konteks dan kondisi, dan akhirnya kalian bisa tiba-tiba secara sesaat serasa kembali ke masa itu. Aku yakin kalian punya itu semua.
Aku ada dua. Pertama Counting Star - Cold Play. Ketika aku denger itu aku langsung serasa ter-teleport ke kamarku dirumah, cat biru, tahun 2014, sambil sibuk-sibuknya ngelamar kampus ke kampus.
All we know - Chainsmoker. Aku langsung teleport ke tahun 2016, tahun ke 3 kuliah, liburan semester 5.
Semakin lama hidup aku yakin kalian juga makin sadar bahwa, ide terbaik itu lebih sering kita dapatkan ketika kita tidak berada pada situasi dan lingkungan yang berhubungan dengan konteks yang kita sedang ingin cari ide. Alias ide terbaik datang dari ketidaksengajaan.
Makanya aku enggak suka brainstorming. Ketika kita lagi brainstorming, kita memang dapat ide tapi jarang sekali ada ide terbaik suka tidak muncul. Karena tujuan utama brainstorming adalah bukan mencipatakan ide terbaik, inovatif, dan fantastis.
Ketika kamu berada di sebuah pilihan. Pikirkan dua hal. Apakah pilihan itu bersifat irreversible, alias one way tiket. Atau pilihan itu adalah pilihan yang reversible, alias kita bisa kembali ke pintu yang sudah kita buka.
2 hari lalu boss ku dateng ke Bali, karena udah lama gak ketemu beliau ngajakin aku buat makan bareng-bareng rombongan mereka. Kita silaturahmi, kita ngobrol macem-macem, dan akhirnya ngobrol tentang kebijakan kantor yang baru.
Kebijakan kantor ini sedikit kontroversial karena, ketika kita milih untuk ikut, maka status kita sebagai karyawan bisa cabut, karena kita milih untuk kesana.