avatar

Fandy Aditya

Tujuan membaca x informasi x speed

Tujuan membaca kita bisa berpengaruh ke informasi yang kita dapatkan dan kecepatan kita dalam mendapatkan informasi di suatu sumber. Aku punya pengalaman. Aku waktu itu sempat jalan-jalan ke toko buku ada buku self-development author Indonesia yang best seller. Besoknya aku beli via online shop karena lebih murah. Membaca pertama: Cuma pingin tau buku self-development author Indonesia itu kayak gimana, karena selama ini aku baca yang best seller luar negeri. Setelah membaca aku merasa cuma ada sedikit informasi yang bisa didapat karena buku itu berisikan segala konten self-development yang pernah aku baca, di ringkas, di simplify dan di blend dengan pengalaman karir si author.

Uncomfortable Conversation

Dibilang uncomfortable karena memang bikin gak nyaman. Semua orang gak mau berada di kondisi yang gak nyaman. Akhirnya banyak orang memilih untuk tidak memulai the uncomfortable conversation. Uncomfortable conversation itu bisa uncomfortable buat satu pihak saja. Bisa juga satu pihak itu tau, apabila ini dilakukan conversation bisa menjadi uncomfortable buat kedua belah pihak. Padahalah conversation itu uncomfortable karena itu penting. Sesuatu yang penting yang mesti dibahas. Aku percaya uncomfortable conversation itu mesti dilakukan secepat mungkin.

After Getting Rekt

Kalau aku ingat momen hidupku, ada tiga momen rekt yang aku selalu ingat. Mungkin ada lebih banyak, tapi tiga ini aku selalu ingat sampai sekarang: My first experience menjadi ketua acara. Acara gagal total My first experience ambil project bikin apps. Ngaret, client sampai nambah satu semester karena gagal sidang. Yang terbaru, getting rekt on terra luna $ust crash. Loss 35% of my porto. Dimomen itu selalu ada pikiran bahwa “Bakal ada keajaiban gak ya?

Inability to Execute

Apa yang kamu rasakan apabila ada orang yang suka ngasi advice, tapi malah hidupnya dia berantakan. Jangan berantakan dah, dia tidak bisa menjadi bukti advice itu works? Alias, dia tidak menerapkan advice yang dia kasi tau ke orang lain. Menurutku reaksi default kita adalah: Kita jadi males sama orangnya, dan merasa apa yang dia katakan itu omdo, bullshit, bacot. Kenapa ketidakmampuan dia untuk mengeksekusi advice itu, malah bepengaruh kepada kredibilitas advice yang diberikan oleh dia?

Self acceptance vs self improvement

Dua konsep yang kalau diliat secara sekilas itu seperti bertabrakan. Self-accepatance berarti kita harus berbahagia dengan kondisi kita sekarang, tapi dengan self-improvement kita mesti tetap berusaha untuk grow selama masih hidup didunia ini. Kontradiktif. Self-acceptance membuat kita merasa untuk berhak senang, kita berhak untuk bangga, kita berhak untuk mendapatkan cinta kasih di kondisi kita sekarang. Self-improvement membuat untuk terus mengejar perkembangan dan jadilah the best version of ourself. Tapi, bukannya dengan self-acceptance, the best version of ourself itu adalah diri kita sekarang?

Nepotisme

Tadi lagi nongkrong dirumah temen dan masuk kebahasan bagaimana budaya kita sering minta bantuan apabila punya kenalan. Minta bantuan untuk bantu memasukan anaknya sekolah/kuliah/kerja. KKN. Korupsi kolusi nepotisme. Suka keliru tiga itu apa bedanya. Tadi sudah sempet search dan ini dia: Korupsi: Menggelapkan duit, menggunakan duit yang bukan punya pribadi untuk kepentingan kelompok Kolusi: Suap Nepotisme: Mendahulukan kerabat yang diberi keuntungan yang tidak sesuai aturan. Nepotisme terkesan paling yang tidak evil diantara 3 itu.

Ketika mencemaskan seseorang

Aku jadi ingat waktu masih kuliah di surabaya. Temenku, setiap hari hampir terus di telfon sama ibunya. Kalau temenku gak angkat, bisa misscall sampai 50x. Ya ibunya cemas. Kita sering cemas terhadap keadaan seseorang. Dijaman yang kriminalitas, serta kecelakaan dijalan yang terus ada, kita berhak untuk cemas. Tapi apa yang harus kita lakukan, apabila kita merasa cemas kepada seseorang: Tenangkan diri Tenangkan diri terlebih dahulu. Rasa cemas ini membuat kita tidak bisa berpikir benar.

Intellectual Masturbation

Aku mau nulis tentang ini, turn out aku malah udah pernah nulis tentang ini. Sudah 80% tercover malah. Tulisannya ada disini: Consume self-dev content Intellectual masturbation, mind masturbation intinya mengkonsumi untuk mengetahui, tapi tidak pernah melakukan implementasi dari ilmu itu. Coba kita cover case-nya dari sumber informasinya: Webinar Membeli webinar, membeli course online, atau membeli sesuatu info product atau knowledge product yang lain lah. Kalau membeli doang, tapi gak pernah dibaca itu malah lebih mundur, membeli for the sake of dopamine hit.

Nocode

I love no code. Sejak 2019 aku sudah mulai explore nocode. Nocode adalah tools yang membantu membuat apps tanpa usernya bisa ngoding. Sebut saja wordpress, blogging platform, kita bisa bikin website blog tanpa perlu bisa ngoding. Salah satu pioner dari nocode. Nocode walaupun terbatas, tapi kapabilitasnya udah lumayan meluas. Bikin mobile apps full dari cuma drag and drop aja sekarang udah bisa. Bikin webiste directory, landing page, company profile, comunity page, shop profile/catalog, portofolio dan lain-lain.

Wasted Effort

“Consistency is the key”, “Kalian harus konsisten kalau mau sukses”. Apakah itu benar? Faktanya adalah, hampir 99% effort kita itu sia-sia: Pacaran 5x, nikah sama pacar yang ke 6. Waktu pacaran yan sia-sia Bikin bisnis, 3x gagal, tapi yang keempat berhasil. 3x Sia-sia. Kerja kantoran 10 tahun, tapi bikin bisnis satu kali langsung sukses, pendapatan setahun setara 10 tahun kerja kantoran. 10 tahun kerja sia-sia. Aku yakin masih banyak contohnya.

Tentang viral

Banyak para content creator, atau para pengguna sosmed suka membuat konten yang fenomenal for the sake of viral. Alasan konkrit: Biar banyak diliat orang, dan kita gak rugi bikin konten. Alasan lengkapnya ini: Membuat konten viral, menggunakan teknik-teknik viral yang terlihat patternnya karena melihat konten viral lain atau belajar dari pengalaman. Internet mereward sesuatu dengan melihat ke-viralan dia. Semakin konten itu menarik perhatian orang, semakin konten itu punya potensi untuk viral, konten itu akan di-reward oleh internet.

Identify: Diet Bottleneck

Aku mau mengidentifikasi, kenapa dietku gak jalan. Aku dari semenjak WFH punya goals untuk bikin gede badan, berotot. Start dari beli barbel, dan tiap pagi barbelan. Dari 3x seminggu, bolong-bolong hingga sekarang rata-rata 6x seminggu. Asal gak ada acara yang mesti menginap kayak hari raya dll. Badanku tambah besar, ototku tambah besar. Tapi perutku juga ikut membesar. Pertama aku gak begitu peduli sama makan, karena aku cuma mau membangun habit untuk olahraga rutin.

Spy x Suprise

Aku suka yang berbau-bau spy. Mungkin dari kecil ter-influence dari conan, yang dia sering bius detektif mori ketika udah mau memecahkan siapa pelakukan. Dari sana aku suka film yang berbau-bau tentang spy. Menyamar, mengendap-ngendap, menyusup, menyadap dan lain-lain. Mulai dari conan, spy kids, sekarang ada anime spy x family ( Salah satu anime favorit! ). Kalau game aku suka Splinter Cell. Itu game suka banget dulu. Sekarang game stealth modern lainnya.

Memilih Defi

Memilih Defi Tags: Free Write Date: June 4, 2022 Main defi means beli native token defi yang gak ada di cex, alias token yang belum populer. The more i play the game, the more i realize that untuk memilih defi yang baik, sebenarnya hampir sama seperti kita invest ke perusahaan. Beli native token defi = invest ke projectnya. Aku mengalami beberapa, aku baca beberapa yang sekiranya bisa menjadi kategori untuk memilih defi:

One mindset away

Aku pikir perbedaan orang sukses dan tidak, atau apa yang membuat keluarga itu tetap miskin hingga keturunannya adalah mereka hanya tidak mendapatkan info yang bener aja. Cuma beberapa informasi. Buat kita yang privilage bisa dapatkan, tapi orang yg kurang beruntung tidak bisa mendapatkanya. One information away. Ternyata enggak. Mereka itu sebenarnya one mindset away. Membangun mindset itu berbeda, kita sudah dapat informasi tapi kalau tidak punya mindset yang baik informasi itu cuma menjadi abstrak karena kita tidak melakukan aksi berdasarkan informasi itu.