Fandy Aditya
Setiap orang punya darkside masing-masing. Mungkin dark bukan kata yang tepat, kita bilang shadow personality aja lah ya. Shadow karena, dia seperti bayangan, dia selalu ada di kita tapi tidak ditunjukan karena apabila ditunjukan berdasarkan experience dan alam sadar dan bawah sadar, itu tidak baik. Bisa baca part 1 disini:
Darkside
Tidak terkecuali kita. Jadi dengan fakta ini, apa yang bisa kita lakukan? Kita ini tidak sebaik kita pikirkan. Kita ini ada sisi “gelap” nya.
Ada di masa dimana aku sadar, orang itu akan selalu memiliki darkside. Aku memaklumi sifat jelek dari seseorang, setiap orang itu punya, variasinya bermaca-macam dan degree tiap orang juga beda-beda. Di momen dimana aku ketemu orang yang tidak pernah menunjukan kejelekannya, di momen itu aku akan sangat hati-hati sama orang itu karena orang aku akan berpikir orang itu sangat jago untuk menyembunyikan kejelekannya. Well walaupun sampai sekarang tidak pernah ada, dan semua akan ke reveal oleh waktu.
“Udah jaman sekarang kok masih ngurus apa-apa mesti foto kopi ktp?” Kata kebanyakan orang.
Bener ini patut dipertanyakan. Data kita sudah tersimpan secara online, government punya, tapi kenapa di berbagai dan banyak instansi atau perusahaan, apa-apa kalau ngurus sesuatu itu mesti foto kopi ktp?
Well, aku juga gak tau alasannya. Tapi sepertinya aku tau beberapa kandidat alasan”
Data kita tidak bisa diakses dengan mudah, tidak sesinkron itu. Ini bisa jadi mengingat stigma akan sistem kepemerintahan itu yang masih belum memadai.
Kasus anak dirjen pajak yang menganiaya orang sampe tidak sadarkan diri bikin kita kembali mengafirmasi kesimpulan kita atas: Kenapa kalau orang tuanya kaya, anaknya kebanyakan bandel?
Keliatan seperti ini karena yang disorot oleh media, media massa, sosial media itu, yang up itu ya yang bandel bandel aja .Kita kena sample bias. Kita salah mengambil kesimpulan karena data yang kita gunakan itu salah. Aku yakin banyak anak orang kaya yang well behave, lebih banyak daripada yang bandel.
Aku tadi sore habis nonton film di bioskop, lupa apa namanya yang jelas genrenya mystery thriller. Seorang anak yang mencari ibunya karena ibunya tiba-tiba tidak balik dari liburan ke kolombia. Twist after twist after twist dan akhirnya terungkap.
Film-film seperti ini memang tidak tertebak, tapi tidak tertebaknya itu tertebak. Tertebak karena apa, tertebak karena, apabila kita bisa menyimpulkan secara obvious, berarti kita salah menebak. Tapi tidak dipungkiri film-film berjenis ini, kalau kita serius nontonnya, akan banyak flaw yang kita akan dapatkan dari kilas balik momen beberapa menit lalu ketika kita sudah mencapai di endingnya.
Walaupun game bagus itu subjektif. Tapi kurasa ada beberapa orang yang kuyakin juga suka game yang sama denganku. Aku lagi ada nemu game bagus. Namanya deadcell.
Dari kemarin main game ini sampai begadang, gila adiktif banget. Aku ingat aku pernah kayak gini, waktu main god of war, guardian tales, elden ring, sama horizon. Itu yang aku inget, kalau dulu sih lumayan ada beberapa.
Pembuat creator ini tanpa disadari dia sudah bermain ke permainan psikis.
Teknologi ini memang kadang aneh. Cuma beberapa bulan lalu ada teknologi AI yang menggemparkan ini. Chat GPT salah satunya. Sekarang kayaknya udah banyak banget semua tech company bikin gebrakan baru di bidang AI. Aku ingat bapakku pernah cerita. Intinya rekor dari sesuatu itu akan selalu dipecahkan. Manusia ini memang hidup bersosial. Semua saling memotivasi satu sama lain, in indirect way.
Aku sekarang lagi nyoba-nyoba buat nge-arbitrage AI. Menghadirkan AI ini ke orang-orang yang belum tau AI itu bisa digunakan seperti itu.
Dari seminggu kemarin aku lagi ada mainan baru. Foto-foto pake kamera digital bapak tahun 2010. Ini karena temanku, dia beli kamera digital dan hasil fotonya vintage dan nostalgic, dan jadinya aku juga ikutan. Untungnya bapakku punya kameranya dia dulu dan masih berfungsi, well walaupun kadang-kadang ada error mesti direstart, tapi aku gak perlu keluar uang buat beli hahaha.
Yang menjadi menarik dari motret dari kamera ini adalah, sensasi nostalgia dari hasil jepretan yang diberikan.
Apa yang bisa diukur, akan bisa diatur. Ini menurutku adalah rule yang lumayan apply untuk segala hal. Mau nurunin berat badan? Catet dulu kalori in dan kalori out mu. Mau mengatur keuangan? Catet dulu spending, alokasi invest. Jadi kenapa bisa demikian?
Simple aja sih ini. Dengan kita mengukur, kita jadi tahu, dimana sebuah sistem itu flaw, jadi dengan mengetahui letak flawnya, kita bisa antisipasi di kemudian hari. Mengukur untuk mengetahui, lalu mengetahui untuk mengatur.
Todal I Learn: Elementor Elementor adalah plugin dari wordpress yang memudahkan kita untuk mengkustomisasi halaman web kita dengan hanya menggunakan drag and drop. Aku baru ada kebutuhan untuk mencobanya, dan baru sekarang aku nyoba ternyata bagus dan lumayan untuk standar website.
Aku jadi mikir, website builder diluar sana yang baru-baru, ternyata teknologi itu sudah lama ada. Wordpress dan elementor. Dan sepertinya kenapa orang-orang lebih milih ke website builder yang baru itu, mungkin karena si wordpressnya sendiri yang terkesan old, chunky dan susah di konfigurasi.
Tadi pagi waktu masih kerja aku ada ide buat nulis. Bahkan seingetku ada 2 topic yang mau sku bahas. Sekarang jam 01.30, gak ada. Aku lupa apa yang mau aku bahas
Terkadang inspirasi itu memang seperti itu. Harus dieksekusi pada saat itu juga. Aku dulu sempet mikir kalau, kalau sesuatu yang terlintas dipikiran, lalu di next momen kita lupa akan sesuatu tersebut, berarti sesuatu itu tidak penting. Ini ada benarnya, tapi tidak bisa disamakan semua.
Ketika kita ingin melakukan sesuatu tapi ada force dari dalam yang menahan kita agar kita tidak melakukan itu. Kadang itu bener, sebuah instinct milik kita yang mengatakan bahwa melakukan sesuatu itu bikin kita banyak merugi. Tapi kadang instinct juga bergerak karena pengalaman buruk yang terjadi, tidak ingin kita melakukannya lagi karena pernah mengalami kesakitan.Tapi ini seling jadi salah kaprah. Mungkin ketika dilakukan kita mendapatkan “kerugian” sebentar bener. Tapi ketika tidak dilakukan “kerugian” ini datang sedikit demi sedikit dan akhirnya semua terlambat.
Mencari secercah harapan di kegelapan. Hidup itu pasti naik turun. Selama aku hidup 26 tahun, aku tidak pernah merasa hidup itu akan selalu di irama yang sama. Akan selalu naik turun, dan aku percaya tahun-tahun berikutnya akan sama. Seperti wave signal, naik turun.
Ada kalanya kita berada di kondisi terpuruk. Entah itu karena bisnis kita bangkrut, atau kita kehilangan orang terkasih, kita ditipu, dikhianati, atau hal-hal lainnya. Percayalah, ini akan berlalu, dan percayalah, setiap keterpurukan itu ada satu atau beberapa hal yang kita ambil dan bisa buat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.
Aku terus menunda untuk menulis hari ini. Dari jam 11 malem sampai sekarang jam 12an baru aku terus nulis. Terus scrolling tiktok, dan gak sadar udah sejam aja duduk bungkuk sambil scrolling tiktok. Tiktok ini memang bahaya.
Free Write 5 Minutes: Recommendation system is dangerous
Negatif tiktok
Dari kecil sampai sekarang, aku merasa aku sudah mengalami karakter development yang baik. Coba kita liat kilas balik dulu.
Ketika aku SD, aku anak pemalu, aku duduk paling depan, gak pinter, karena duduk paling depan gampang digapai ketika baru dateng ke kelas jadi aku tidak perlu melewati teman-temanku.
Kenapa masa ini itu penting karena otak kita lagi aktif-aktifnya untuk merekontruksi dirinya dari berbagai stimulan yang kita dapatkan dari rangsangan luar. Hingga sudah early dewasa, mungkin 17-18 tahun. Masa-masa inilah yang akan mayoritas membentuk attitude kita selama hidup.
Dimulai dari sejak lahir. Karakter kita sudah terdefine sejak lahir. Sudah ada di DNA. Sudah kodrat lah istilahnya. Lalu karakter kita juga akan terbentuk ketika kita waktu masih balita. Bagaimana koneksi kita terhadap orang tua kita, saudara, pengempu.