Coba kita jelaskan dari pendekatan biologis.
Adiksi terjadi karena kita terbiasa memiliki kadar dopamin tinggi, karena efek dari kebiasaan kita. Ketika kebiasaan kita itu tidak dilakukan, kadar dopamin menurun. Dengan kadar dopamin menurun secara drastis, kita jadi lemes-lesu dan tidak mood. Pikiran kita men-trick kita kalau “Udah lakuin kebiasaan itu lagi, cuma itu cara satu-satunya supaya bisa good mood dan fit lagi”. Dan akhirnya kita jadi sakau, dan siklus itu berulang.
Dopamin. Salah satu hormon, yang memegang peran penting terhadap sinyal kenikmatan kita, sinyal feels good. Kenapa ada dopamin for the first place? Otak kita di design untuk gimana cara agar kita bertahan hidup. Dopamin menjadi salah satu sinyal bahwa, apa yang kita lakukan, itu adalah tindakan yang benar, dan itu adalah a way to survive. Oleh karena itu, pada jalam purba, meningkatkan dopamin itu kurang lebih turunan dari kegiatan bertahan hidup dan berkembang biak.
Faktanya adalah otak kita itu masih sama dengan otak manusia purba. Otak kita masih sama, cara kerja otak untuk dopamin masih sama. Tapi lingkungan, dan dunia kita sudah sangat-sangat berubah. Oleh karena itu, peningkatan kadar dopamin bukan berarti sinyal baik untuk kita. Flow nya jadi gini: Lingkungan menipu otak -> Otak menipu tubuh kita.
Jaman sekarang peningkatan kadar dopamin sudah tidak sama lagi dengan pengingkatan chance untuk survive. Terlalu banyak kegiatan turunan yang artificially dianggap oleh otak kita adalah kegiatan yang benar.
Pengingkatan dopamin karena kegiatan yang tidak baik, yang akhirnya munculah bad habit. Karena sudah menjadi habit, siklus adiksi muncul. Kayak penjelasan paragraf 2.
Kesimpulannya: Dopamin adalah hormon untuk membuat kita feels good, fungsinya awalnya digunakan sebagai “reward” atas kegiatan kita yang meningkatkan tingkat survival diri maupun spesies. Jaman sekarang, otak sudah tidak bisa membedakan kegiatan yang benar-benar berguna. Bayak kegiatan yang tidak baik, tapi kita tetap di reward. Dari sinilah muncul adiksi.