All eyes of Rafah

· 2 minute read

Perang adalah salah satu dari kegiatan manusia, yang memang akan terus terjadi mau sampai kapanpun. Sejarah, fiksi, semua sudah nge-menntion perang ini.

Tapi, penjajahan, itu berbeda dengan perang. Perang pun, walaupun saling bunuh bunuhan, ada rulenya. Salah satunya tidak boleh menyerang sipil. Karena, kita semua semacam mufakat, ada sebuah moral bersama, walaupun semua menyebutkan perang memang tidak terelakan. Akan selalu ada konfilk, ataupun “konflik” yang berasal dari sifat dasar manusia yang tidak pernah puas, dan menyebabkan peperangan. Tapi di dalam peperangan itu, ada moral yang di pegang karena sesungguhnya kita satu, sama-sama manusia.

Dua hari lalu, rafah, salah satu kota di selatan gaza di bombardir oleh israel. Mungkin orang-orang yang melihat berita ini, “yaa, namanya perang”. Yang jadi problem adalah, yang di bomb adalah pemukiman. Korban semuanya sipil. Mayoritas ibu dan anak. Dan ada yang bayi bahkan. Bukan, ini bukan karena dampak dari perang, tapi memang targetnya adalah itu. Ini yang tidak bisa kita biarkan.

“Apa hubungannya sama aku? Toh aku juga jauh dari medan perang, gak kenal juga sama orang-orangnya.” Ya, memang benar. Tapi ada 2 catatan. 1 ini sudah bukan perang, 2 ini penjajahan yang sudah jauh dari moral kemanusiaan. Tapi bagaimana kalau medan perang sekarang ada di tempat kita? Apakah kamu juga akan memliki perasaan yang enak apabila ada orang luar yang berpikiran seperti itu? Empati.

Apapun yang bisa kita lakukan, sekecil apapun. Walaupun hanya me-repost sebuah kampanye yang seleweran di tiktok “all eyes of rafah” itupun sudah jauh dari cukup.

Awareness. Itu yang diperlukan. Kita sudah sangat familiar dengan, apa-apa harus viral dulu baru keadilan diusahakan. Ya, itu yang bisa kita lakukan. Dengan 1 tombol, merepost campaign itu, kita sudah membantu untuk mencapai keviralan itu.

“Alahh, lu juga cuma ikut ikutan karena lagi rame aja”. Lebih baik gitu kan daripada tidak sama sekali?

comments powered by Disqus