Town hall sudah pasti menjadi ajang untuk melihat berbagai macam keluh kesah yang dibungkus menjadi “pertanyaan” dan “masukan”. Sebenarnya hanya ingin sambat dan melampiaskan emosi atas ketidakpuasan atas manajemen.
Kenapa town hall menjadi ajang seperti itu, karena memang di beberapa tempat, kita diberikan kesempatan untuk “bertanya” sebagai anonim. Serta para panelis, mostly para pejabat yang tidak bisa kita reach dalam kerja sehari-hari, yang menjadi penjawabnya. Yang paling sering adalah platform namanya slido.
Sebenarnya pertanyaan bisa di ranking by upvote, tapi tetap saja yang di upvote yang brutal dan sering tidak sopan. Artinya bisa 2, memang orang-orang beneran tidak puas, atau, sifat dasar manusia saja yang ingin melampiaskan emosi, sebagai coping mechanism atas beratnya hidup di dunia ini. Aku cenderung milih yang ke-2.
Anonimitas membuat kita menjadi diri sendiri, yang harapannya bisa membuat orang-orang untuk mengeluarkan apapun sejujur-jujurnya. Tapi seringkali yang didapat adalah pesan ketidakpuasan yang diungkapkan dengan cara yang tidak elegan. Anonimitas , didominasi oleh lampiasan emosi. Liat aja second account sosmed.
Kenapa orang-orang lebih berani mengungkapkan pendapat ketika anonim ini sebenarnya mereka bisa terhindar dari konsekuensi atas apapun yang mereka katakan atau perbuat. Orang-orang memang sering salah tangkep, antara pengecut dan orang yang mengungkapkan fitur anonim ini. Tapi anonimitas melindungi orang tersebut, dari konsekuensi yang seringkali konsekuensi itu tidak adil. Anonimitas, membuat orang lebih berani.
Disamping townhall, dulu grup kantor waktu masih menggunakan slack, ada salah satu channel yang tujuannya untuk curhat. User bisa kirim pesan ke bot, dan bot itu meneruskan ke channel sebagai anonim. Ya, seperti yang kita duga, pesannya sama brutalnya. Persentase pesan yang ada isinya, dan yang tidak sangat jomplang, banyakan yang ke-2.
Disisi lain, kalau kita melihat kemirisan anonimitas. Sebuah komunitas, yang membutuhkan anonimitas untuk mendapatkan suara, menurutku adalah komunitas yang tidak worth untuk diikuti. Tapi, sebuah komunitas yang tidak membutuhkan anonimitas itu tidak akan scale. Artinya, hanya komunitas kecil yang tidak membutuhkan anonimitas. Apabila komunitas itu sudah berkembang, sampai dititik mana, perkataan kita, akan berpengaruh terhadap kelangsungan kita di komunitas itu. Solusi akhirnya pasti anonimitas.
Jadi, ketika komunitas sudah menjadi birokrat, mengambil aspirasi anggota adalah dengan cara anonim. Dan, apabila komunitas sudah menjadi seperti itu, apakah komunitas itu layang untuk diikuti?
Aku setuju sebuah forum anonim ini tetap ada, tapi sebagai salah satu kegiatan di dunia, apapun pasti ada negatifnya.