Dulu katanya manusia itu adalah cowok cewek jadi satu. Punya 4 tangan, 4 kaki, 4 mata, dan punya dua kelamin. Tapi karena saking kuatnya manusia itu, kuat dibidang raw power, dan kecerdasan, dan emosi, ia menjadi angkuh, dan mencoba untuk melawan dewa.
Karena melihat manusia menjadi seperti itu, dewa menghukum manusia, dibelah menjadi 2 sama rata. Jadilah manusia seperti sekarang, 2 mata, 2 kaki, 2 tangan. Satunya pria, satunya wanita. Tapi, karena by nature kita itu satu, makanya kita akan selalu tertarik ke lawan jenis, karena ingin kembali lagi menjadi satu, walaupun tidak secara harfiah.
Dewa eros, dewa cinta di mitologi yunani, menjaga keseimbangan itu, agar manusia tetap berada di jalan yang tepat, memberikan rasa cinta, dan rasa ingin bersatu dengan pasangannya ia, disisi lain tidak menjadai lawan dewa, menjauhi hukuman dewa agar tidak dibelah lagi, sehinga hidup rukun tercapai.
Gitu katanya, salah satu pidato tokoh dari buku simposum karya plato.
Kalau melihat dari sudut pandang logis, menurutku ada logic-nya, walaupun sebenarnya tidak masuk akal, bahwa kita ini secara fisik menyatu seperti itu. Tapi, secara alam bawas sadar, kita memang di design untuk mencari pasangan hidup kita, yang kalau berdasarkan cerita diatas, menjadi “utuh” kembali, tapi secara harfiah bukan menyatu menjadi seperti sukuna (spoiler).
Dewa Eros menuntun kita untuk menjadi utuh kembali, tetapi tetap menjaga keharmonisan agar tidak melawan dewa dengan kekuatan yang telah kita dapatkan ketika bertemu dengan belahan jiwa kita.
Ketika kita bersama orang yang tepat, di beberapa momen, pasti kita pernah sangat tidak ingin untuk berpisah denganya, inginnya nempel terus, dan sedih apabila mesti berpisah. Dengan bersama ia, kita merasa menjadi utuh, segala hal dan rintangan serasa tidak ada artinya, karena serasa memiliki super power untuk melalui segala rintangan apabila bersama.
Itulah cinta. Rasa ingin selalu bersama dengan seseorang yang kita lihat sebagai belahan jiwa kita. Dan apabila berhasil menjadi satu, gunung pun bukan halangan.