Bule nomad

· 2 minute read

Ada response negatif terhadap bule yang kerja nomad di Bali, tapi dia tidak memberikan kontribusi apa-apa ke sekitar. Issuenya juga mereka tidak bayar pajak. Ternyata kalau freelance atau berbisnis di Bali itu WNA, itu sebenarnya kena pajak, walaupun pendapatan dollar. Tapi banyak yang lolos, mungkin karena gak dicekin ketat.

Tahun 2019 ada viral, dua bule cewek yang dia jualan e-book bagaimana cara hidup enak di bali. Harga ebooknya $50 dollar, selain itu mereka juga buka jasa konsultasi tentang topik yang sama, itu perjam bisa sampe $100an dollar. Ketika viral, banyak yang tersulut, menganggap ini adalah kolonialisasi modern. Mereka akhirnya dideportasi, karena disamping dia mengajak orang-orang berbondong untuk pindah ke Bali karena biaya lebih murah, dia juga ngasi tips and trick gimana mengelabui jasa imigrasi waktu masih pandemi.

Saat itu aku mulai-mulai searching, bule-bule yang dibali itu kerjanya pada ngapain sih:

  • Aku nemu komunitas reseller, dia beli barang di pasar lokal terus bikin shopify terus jual keluar negeri.
  • Ada juga yang dia dropshipper, jadi dia beli barang di e-commerce mana, buka shopify rebranding jadi barangnya dia.
  • Ada yang freelance, mostly sebagai CS.
  • Ada yang bikin produk digital, SaaS, startup (beberapa orang aku follow di twitter)
  • Ada yang jualan kursus, konsultasi atau ebook
  • Ada yang bikin company disini, terus memperkerjakan locals.

Balik lagi ke pertanyaan atas, should we angry ketika bule sebagai WNA mereka kerja disini atau darisini dan malah lebih mapan dari local? Maupun mereka beneran tidak bayar pajak, atau overstay. Atau mereka memang legal disini. Menurutku itu tidak akan mengubah apapun. Keep hustling, and make a lot of money like them. Mau mereka bayar pajak atau enggak, mau mereka kontribusi atau enggak, enggak ada dampaknya ke kita di level individual.

comments powered by Disqus