City Lifes

· 2 minute read

Aku selalu ingin pernah tinggal di kota besar. 18 tahun hidup di Bali, lebih tepatnya di denpasar membuat keinginan itu. Bali yang gedungnya tidak boleh lebih tinggi dari 3 lantai itu membuatku penasaran bagaimana sih gedung-gedung pencakar langit di kota-kota besar.? Gimana sih jalanan yang katanya lebar-lebar bisa sampai 8 jalan mobil bisa masuk berbarengan?

Tapi setelah sudah mencobanya, tinggal di surabaya. Lalu di jakarta dalam bebrapa tahun. Terus pernah ke hongkong juga seminggu. Bali selalu menjadi tempat yang paling enak untuk hidup menurutku.

Aku tidak merasa ini bias. Walaupun aku born and raised in Bali. Bali memang seenak itu. Confirmed dari teman-teman yang kampungnya tidak di Bali, dan lebih milih Bali daripada kampungnya untuk hidup.

Ada dua faktor besar yang membuatku tidak ingin untuk tinggal di pusat kota besar berdasarkan pengalaman. Macet dan Living cost. Pronya: apa-apa mudah didapatkan. Kayak dulu aku di Jakarta, mau beli barang online, nantinya langsung dateng. Yang biasanya butuh 3 hari. Tapi menurutku itu tidak menutup cons macet dan living cost. Far from it.

Opportunity? Remote working unlock opportunity untuk tidak tinggal di ibu kota, tapi masih dapat kerjaan disana. Jadi gak ada alasan lagi sebenarnya. Dan kerjaanku mendukung itu.

Walaupun di Bali aku juga tinggal di kota. Kalau pindah ke desa, aku juga mau. Asal ada bare minimum fasilitas untuk jaman sekarang kayak: Air bersih, listrik, internet. Aku rasa udah cukup.

Aku selalu ngejoke sama pacar mau nyangkul, bertani, nanti dia yang menanak nasi. Fates love irony. Bisa aja nanti itu beneran kejadian hahaha.

comments powered by Disqus