Desentisisasi

· 3 minute read

Desentisasi adalah suatu keadaan dimana kita tidak meraskan gejolak dalam diri karena standar gejolak itu sudah tinggi, sehingga sesuatu yang seharusnya menggejolak, sudah tidak ada rasanya. Entah itu di aspek asrama, suasana yang menegangkan, traveling, momen kebahagiaan dan lain-lain. Tidak bisa membuat senang atau takut atau deg-degan.

Secara sains itu semua karena kadar dopamin dalam diri. Baseline dopamin pada tubuh kita kita sudah terlalu tinggi sehingga, untuk menggerakan itu, butuh sesuatu yang sangat merangsang, agar bisa naik lagi dan agar kita bisa merasakan gejolak-gejolak itu lagi.

Penyebab desentisasi itu banyak. Sosial media, dan internet, selalu ada informasi yang baru kita dapat darisitu. Drugs. Yang secara literal meng-alter cairan-cairan dalam tubuh sehingga bikin nagih. Overconsumption. Beli barang for the sake of beli barang, dan hanya kesenangannya hanya bertahan beberapa jam.

Tidak ada baiknya dari desentisasi ini. Tidak ada semangat menjalani hidup. Tujuan kita hidup hanya untuk mengejar kenikmatan kecil sesaat yang didapat dari sesuatu yang tidak natural. Sakau. Goals kita, yang harusnya menjadi pemicu untuk gejolak semangat ini ditidak lagi bisa menjadi pemicu karena kalah dengan sakau ini.

Yang ujungnya, apabila digabungkan dengan sikap tidak pernah puas manusia hanya hal-hal ekstrim yang menanti. Kita lihat semua kasus para billionaire di barat sana. Tidak ada lagi kesenangan yang didapat kecuali melakukan hal ekstrim.

Coba kita bahas seberapa dekatnya sebenarnya penyebab desentisasi ini di kehidupan sehari-hari. Enabler-nya sebenarnya internet & sosial media. Dimana sesuatu yang baru terus berdatangan. Otak kita terkecoh, pingin nagih, tapi informasi itu kualitasnya tidak sama. Kebanyakan tidak berfaedah.

Pasti kalian pernah ketemu konten yang intinya:

Dulu pengen banget main game dan beli game apapun, sekarang ketika sudah punya uang bisa beli game apapun, tapi rasa pengen-nya ini sudah tidak seperti dulu.

Ini juga merupakan desentisasi. Dimana dulu ketika kita masih kecil dan muda, ransangan, informasi dan kegiatan yang masuk dan kita lakukan itu terbatas. Sehingga game adalah sesuatu yang sangat menarik saat itu. Baseline dopamine kita kecil dan ruang lingkup kegiatan yang kita lakukan tidak banyak.

Sekarang dengan semakin bertambah umur, semakin banyak hal yang dilakukan, informasi yang didapat semakin banyak, semakin banyak yang kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan, variasi ransangan ke pancara indera kita bertambah dan akhirnya menyimpulkan bahwa, banyak yang lebih menarik dari game.

Waktu awal kuliah dulu, pada waktunya masih masa-masa daftar ulang. Aku sama teman tidak tau dunia rantauan.. Tidak tau mau kemana, mau beli makan, sehingga memilih untuk ketempat yang paling familiar: KFC. KFC salah satu fastfood ter-enak. Dan memang bukan makanan yang bisa dikonsumsi setiap hari. Akhirnya pada hari ketiga kita makan, kita semua udah muak, dan muntah. Bosan, desentisasi.

Kebosanan juga salah satu sympton desentisasi, tapi itu memang sesuatu yang natural untuk bosan. Melakukan suatu hal sesekali, sengaja dibuat jarang, itu merupakan suatu cara untuk mecegah desentisasi.

Walaupun sekarang punya uang untuk beli pizza setiap hari, aku tidak mau beli karena aku tidak mau ter-desentisasi atas pizza. Aku mau pizza sebagai sesuatu yang spesial, dan selalu enak. Keseringan akan bikin terdesentisasi dan sensasi menjadi lebih pudar. Aku tidak mau itu untuk pizza.

Kejarangan adalah kepositifan dan keseringan adalah kenegatifan didalam kontek desentisasi ini.

Untuk mereset kembali kesenangan itu, ada yang bisa kita lakukan. Rehab, sama seperti para pecandu, kita bisa bilang rehab. Dengan melakukan sesuatu yang biasa-biasa saja, melimit penggunaan sosial media, dan seperti contoh diatas melakukan suatu dengan kesadaran penuh untuk men-jarangkannya.

comments powered by Disqus