Fake Accomplishment

· 2 minute read

Mungkin sekitar 2017, aku menemukan game namanya Nioh. Game keren, tapi susahnya minta ampun. Kerjaannya mati mulu. Hampir mustahil ada orang yang bisa main tanpa mati untuk pertama kali. Genre game “susah” ini sudah di pelopori oleh game bernama Dark Soul. Dan akhirnya genre ini menjadi genre “soul-like” genre. Dan aku ketagihan. Hampir setiap berjenis soul-like ini aku mainin. Nioh, Nioh 2, Sekiro, Code Vein, The surge 1 &2 dan terakhir yang menang game of the year 2022, Elden Ring. Ironi nya adalah game yang seharusnya bisa menjadi bagian untuk relaksasi, tapi untuk genre ini malah perlu mengeluarkan energi dan urat untuk memainkannya, peminatnya gak main-main.

Menurutku yang bikin game genre ini laku adalah, sensasi accomplishment atas berhasilnya kita melewatkan boss, atau bahkan menamatkan game ini setelah ratusan kali mati. Ya, sensasi itu yang dicari.

Itu juga yang aku dapatkan ketika bermain game ini. Merasa berhasil melakukan sesuatu yang bermanfaat, karena berhasil ngalahin boss susah setelah beberapa kali mati. Tapi pada kenyataanya, accomplishment itu ya cuma di game. Kita merasa puas atas fake accomplishment yang diberikan oleh game ini.

Lalu, kenapa kita tidak menjadi accomplishment beneran, toh sama-sama susah? Tentu saja degree susahnya itu berbeda. Walaupun game ini memang merepresentasikan sebuah usaha jatuh bangun untuk mencapai tujuan, tapi taruhan ketika gagal yang terjadi di game ini tentu saja tidak sebesar dunia nyata.

Atau ternyata, sekarang ini aku cuma mencari-cari a;asan, mencari pembenaran atas kenapa kita semua tidak haus dan tertrigger atas accomplishment di dunia nyata? Kayaknya itu.

Move your fat ass and build something. Biarkan video game menjadi game. Jangan merasa puas dan malah jadi pemalas karena hanya bisa menamatkan game sulit.

comments powered by Disqus