Aku udah sempet nulis kalau tidak ada yang 100% di dunia ini. Jadi kalau kita mencari atau melakukan sesuatu menunggu itu sampai perfect, we are wasting time. Kita sebenarnya cuma insecure. Perfection is insecurity in disguised.
Kenapa kita insecure karena tentu kita takut apa yang kita lakukan jelek. Kenapa kita takut jelek, kita takut dihujat. Sesuatu yang kita bikin perfect, biasanya sesuatu karya yang kita dalami. Sesuatu yang kita dalami, itu berimbas juga ke personality dan filosofi sendiri. Kita takut karena karya kita jelek, personality kita juga dianggap jelek, paling sering sih dianggap enggak becus.
Dianggap tidak becus itu, terhadap sesuatu yang kita yakini itu cukup menyakitkan, karena itu membuat kita berpikir lagi atas usaha dan filosifi hidup yang kita yakini. Kayak “Ngapain aja dong aku selama ini, masih aja dibilang jelek”
Perfeksionis sudah tentu wasting time. Cara supaya tidak mengejar kesempuranaan lagi, again harus sadar. Semua enggak bakal bisa sempurna. Jadi menurutku kalau sudah 80%, that enough.
Iteratif, menurutku bisa membantu juga buat memuaskan rasa “perfect”. Karya pertama bikin seadanya aja, feedback dan masukan dijadikan bahan untuk membuat “perfect” karya-karya berikutnya.
Semua intinya menurutku karena pandangan masyarakat terhadap kita, gila memang pandangan seseorang terhadap kita bisa berdampak kayak gini.