Limiting believe adalah kepercayaan atas suatu hal yang mustahil itu terjadi. Tapi darimana kita tau kadar mustahil itu sendiri?
Limiting believe itu datang salah satunya dari lingkungan kita tumbuh kembang. Sewaktu kita kecil, kita sangat suka sekali menghayal, menghayal setinggi langit. Lalu ketika kita cerita tersebut kepada orang terdekat “Aku ingin jadi x”, atau “Gimana kalau kita bikin y itu bisa z”, gak jarang orang ybs bilang “Enggak usah, itu susah”. “Mending abc aja, mending sampai sana saja”. Menurutku itu banyak terjadi.
Lalu orang terdekat itu tau “mustahil” itu darimana? Tentu berdasarkan pengalamannya dia, dari observasi dia dari hal yang relevan. Tapi mereka lupa, kita sama mereka itu individu yang berbeda, jaman sekarang dan jaman pengalaman mereka itu bisa saja juga berbeda.
Ketika kita sudah membatasi kepercayaan kita, secara ajaibnya itu bakal terbatasi. Limiting believe membatasi kita untuk menggapai mimpi kita. Ada pepatah bilang, “Jangan mimpi ketinggian nanti kalau jatuh sakit”. Itu benar, oleh karena itu fail tolerance menurutku salah satu skill untuk kita bisa bangkit lagi dan melanjutkan mimpi kita.
Tapi apakah limiting believe sepenuhnya salah? Menurutku tidak. Ada beberapa kepercayaan yang dibatasi, yang menurutku malah menjadi lebih baik. Salah satunya target kerjaan kantor.
Target kerjaan kantor itu kalau tidak dikasi limit, akan terjadi ke semena-menaan. Kita bakal sering overwork. Limiting believe menurutku bisa diaplikasikan, apabila ada data yang mendukung tentang hal itu. Constraint waktu juga menurutku menjadi faktor limiting believe.