Dari kecil aku memang dipaksa untuh selalu menghabiskan makanan. Karena dulu, kalau beli makan itu makan yang datang itu selalu porsi dewasa, makanya gak abis. Tapi dipaksa untuk menghabiskan makanan sama ibu, karena alasan klasik “coba bayangkan pengemis susah susah cari makan, tapi kamu makan gak habis” yang kayak gitu deh.
Tapi sekarang, ibuku yang malah selalu “udah gak perlu habisin makanannya kalau udah kenyang”. Malah kebalik. Aku sempet nyeletuk “dulu waktu kecil dimarahin kalau gak abis”, dia bilang “ye itu kan waktu kecil”. But I already develop the habit, turn out it become a good thing.
Aku ditongkrongan terkenal sebagai bulldozer, kalau ada yang gak habis biasanya aku pada makanin. Kalau rakus juga enggak sebenarnya, i have my own limit, dan limitnya itu gak sebanyak itu, gak kayak tanboy kun lah.
Beberapa bulan kebelakang, tiap pagi aku selalu makan telor ceplok 2, dan tempe goreng. Itu bukan karena aku suka, tapi itu menurutku makanan safe dan kayak protein. Tiap pagi aku selalu makan “terpaksa”, karena udah bosen banget. Makan supaya gak laper aja.
Minggu lalu aku sakit, aku tau kalau sakit perlu makan banyak, tapi nafsu makanku menurun drastis. Dari habit “makan harus habis” dan kebiasaan “harus terpaksa” aku jadi tetap makan, makan porsi normal. itu mempercepat recoveryku. 2 hari kemudian aku udah sembuh.
Kebiasaan diatas membuatku tidak menghabiskan banyak waktu untuk memilih makanan, scroll grabfood dan gofood. Makan for the sake of makan. Karena aku pikir-pikir lagi, kalau kita makan pizza kenyang, dan makan tempe kenyang. Ujungnya sama-sama kenyang. Kalau udah kenyang, kepuasan itu sama aja. Mau dari pizza atau tempe. Tapi itu harus dilatih.