I Write For Myself 2

· 2 minute read

Tips and trick yang aku terapkan juga. Jangan menjadi impostor syndrome, atau gimana cara tidak atau menangani impostor syndrome.

Kerjaan ku di software development, tech industry, dimana hardskill itu hampir 70% dibutuhkan dibandingkan softskill, impostor syndrome ini bener-bener sering banget ditemui dah. Fake it till you make it. Kenapa kita ngefake? Ada 2 kondisi sebenarnya:

  1. Ketika kita diksusi dengan orang non technical. Orang non technical tidak tau tentang pengembangan software, terkadang sesuatu yang diminta (fitur) itu menjauhi jangkauan skill kita, walaupun diluar itu terlihat biasanya saja. Di momen itu terkadang terpaksa ngefake.
  2. Kepada rekan tim, apalagi waktu awal-awal join. Ketika awal join, kita tidak tau kemampuan dari tim kita. Oleh karena itu, kita mau at least kemampuan kita terlihat sejajar atau diatasnya. Pada saat moment ada sesuatu tools atau teknik development, arsitektur yang kita tidak tau, kita terpaksa ngefake karena keidealisan itu.

Impostor syndrome menurutku bukan proses, impostor syndrome bisa di-skip. Karena efek samping impostor syndrome itu yang sebenarnya mau kita hindari, jadi cemas sendiri, cemas yang dibuat sendiri oleh pikiran sendiri.

Aku udah nemuin cara ku untuk keluar dari impostor syndrome. Cara yang paling ampuh buatku adalah jujur. Kalau enggak tau bilang enggak tau, kalau enggak bisa bilang enggak bisa. Udah gitu aja sebenarnya. It’s ok to feel stupid. Tapi disisi lain, kita mau belajar.

Impostor syndrome tidak ditemui di kerjaan aja buatku, terkadang ketemu juga di lingkungan sosial, ketika membahas sesuatu yang umum (yang aku enggak tau). Supaya tidak pura-pura tau, yang ujungnya bikin sakit kepala, aku bilang aja enggak tau, sambil genuine bertanya topic itu apa.

Impostor syndrome itu bukan proses, dan menurutku bisa dihindari.

comments powered by Disqus