Kemarin tanggal 8 Januari 2023, kakek di kampung di upacara kremasi. Berbeda dengan waktu tahun 2022 tanteku di kampung ibu ngaben, banyak proses-proses yang, langsung jadi, kita tidak perlu ngapa-ngapain karena kita ibaratnya make vendorlah.
Acaranya lumayan lengkap, dari proses persembahyangan hingga kremasi dan ke laut, komplit. Testimoni dari bapakku dan bapak-bapak lainnya, mereka lumayan positif. Yang seperti ini menurutku juga adalah inovasi karena inovasi kita memang tidak melulu berbicara tentang teknolgi, digital AI dll. Tapi apakah, esensi dari upacara duka di Bali itu, bisa didaptkan dari kremasi ini? Jujur aku gak tau. Tapi sekarang kita gak bahas itu, tapi kita bahas secara umum.
Inovasi membunuh budaya. Sepertinya ini cukup clear bahwa, kadang inovasi untuk memangkas proses. Yang biasanya proses itu adalah bagian penting dari budaya. Inovasi yang bisa memberikan result dengan efisien biaya dan resources, tapi terbentur dengan kepentingan budaya yang kadang proses lama dan (kadang mahal) itu penting juga, bukan cuma resultnya.
Sebaliknya juga sama, culture kills inovation karena alasan yang sama. Sebuah society yang memegang budaya yang kuat, sering kali memang menolak inovasi karena memang inovasi itu sering menghilangkan dari part-part esensi budaya yang mereka berusaha untuk jaga selama ini.
Jalur tengahnya tentu saja sebuah inovasi yang tetap memperhatikan budaya. Tapi menurutku kadang ini sulit untuk didapatkan karena, biasanya kita as a human ketika sering dipaparkan akan sesuatu yang baru dan praktis, malah lebih condong kesana, dan pada akhirnya budaya jadi nomor 2.