Senin lalu, aku berangkat balik ke Jakarta. Melihat pemandangan Bali via jendela kaca pesawat sebelum meluncur di pagi hari. Dan betapa berbedanya ketika sampai di Jakarta. Seperti tone-tone mexico yang di potray oleh film film america. Berkabut, abu-abu.
Mungkin orang yang sehari-hari di jakarta tidak merasakannya tapi, jakarta bener-bener berpolusi, polusinya enggak main main. Pagi siang sore seperti selalu mendung, tapi tidak hujan. Dan kenapa aku bilang bener berpolusi, terasa ketika bernafas. Tarikan nafas berat, setiap berada di luar ruangan dan, akhirnya batuk batuk. Untuk ada obat batuk ibu dan anak rekomendasi pacar.
Ini udah tidak baik-baik saja, sebenarnya bisa kita kurangi dengan memberikan air purifier di ruangan, ac pun sebenarnya sudah ada filternya sebenarnya walaupun tidak se-efisien dan se-canggih air purifier. Solusi sementara, kurangi berada di outdoor. Selalu nyalakan ac saat diruangan, karena memang beneran kerasa. Ketika berada di kantor, nafas serasa lebih lega. Gile memang.
Dan kamisnya, jakarta hujan. At least di daerah ku, kebayoran lama. Dan benar saja, setelah hujan, awan dan langit kelihatan. Jakarta jadi sedikit biru, dan tentu saja kalian tau, nafas jadi jauh lebih lega. Gila ya, berita-berita dan info info di internet, dan twitter yang bilang polusi Jakarta udah darurat, dan bahkan katanya bukan kendaraan penyebabnya, karena pada saat lebaran, katanya sama aja polusinya.
Langkah masif dari pemerintah sebenarnya sangat clear, bikin ibukota baru, pindahin dari Jakarta. Mungkin ini bisa menjadi salah satu langkah besar mengurangi polusi di Jakarta.