Kenegatifan

· 2 minute read

Kita mengetahui yang negatif, untuk menghindari yang negatif. Bukan untuk melakukannya, bukan untuk menirunya.

Negatif dan positif itu perlu. Kita menjadi positif karena kita tau apa saja yang tidak boleh dilakukan, apa saja sesuatu yang negatif yang mesti dihindari.

Bukan karena kita mengetahui yang negatif, otomatis kita menjadi orang yang jauh dari kebaikan. Banyak memang orang-orang yang berasumsi gini, terutama asumsi ke anak kecil dan remaja.

Mereka sengaja menghindari pembahasan tentang sesuatu yang negatif, membatasi informasi tentang kenegatifan dan selalu menyuap dengan hal-hal yang positif. Supaya tetap lugu dan polos. Hidup di dalam gelembung.

Tapi aku percaya kecenderungan anak kecil dan remaja untuk melakukan sesuatu yang negatif itu memang lebih besar. Karena sesuatu yang negatif, itu biasanya bersifat menggoda. Ada kenikmatan sesaat yang didapatkan, tapi ada keburukan yang lebih besar yang didapatkan di masa depan. Masa depan yang belum bisa dilihat oleh anak belasan tahun. Mereka terjebak disana.

Selesai bahas remaja. Kita pasti selalu punya kenegatifan di dalam diri. Orang yang tidak pernah menunjukan kenegatifannya, positif mulu, berpikir, bertutur kata, bertindak selalu positif. Disaat sesuatu yang by nature kita jadi negatif, dia malah tetap positif. Tidak sekecilpun muncul kenegatifan pada dirinya. Menurutku perlu dicurigai, dia sangat lihai sekali menyembunyikan kenegatifannya.

Aku pernah baca, kalau seseorang memiliki kesempatan untuk berbuat jahat. Tidak diketahui siapapun, tidak ada hukum yang melarang, tidak ada norma sosial yang menjadi sangsi. Mau orangnya itu baik, atau orangnya memang jahat, pasti akan sama-sama melakukan perbuatan jahat. Kita by nature orang jahat gitu katanya 😂

Darisini kita bisa ambil. Nilai juga orang dari seberapa orang tersebut tidak melakukan kenegatifan. Karena tidak melakukan sesuatu yang negatif, godaannya lebih sulit dibandingkan melakukan sesuatu yang positif.

comments powered by Disqus