Kepercayaan dan perasaan. Kepercayaan mempengaruhi perasaan, dan perasaan mempengaruhi kepercayaan.
Coba ingat momen dimana kalian menyiksa diri kalian sendiri karena tindakan dan pikiran itu berlandaskan atas kepercayaan. Coba ingat juga momen dimana kalian tidak bisa menentukan sesuatu, plinplan, indecisive, karena sekedar “perasaan” tidak enak.
Kenapa orang susah mengubah kepercayaan karena mereka menyamakan kepercayaan dengan identitas. Kepercayaanku adalah aku. Dan ketika kepercayaan itu dilawan, dipertanyakan, ia akan defensif karena apabila ia percaya, berarti sama saja ia menganggap diri dia sendiri itu salah. Tidak ada orang yang mau nganggap diri salah, yang berujung terus maju mengikuti kepercayaan, walaupun kepercayaan itu menuntun ke jalan yang kurang tepat.
Kepercayaan itu bisa obsolete. Kenapa obsollete, karena teknologi, yang membuat dunia ini berubah. Orang yang jaman dulu hanya bisa mengirim uang via Wesel. Tapi masih dilakukan sampai jaman sekarang karena merasa “ini aja bisa”, atau “alah ribet” padahal sudah ada transfer online. Menyiksa diri.
Perasaan menjadi pedoman untuk berpikir dan bertindak juga tidak kalah buruknya. Mudah goyah, dan tak berpendirian. Tidak akan konsisten, tidak ada disiplin, dan ujung-ujungnya tidak akan bisa mendapatkan suatu yang besar. Bedakan instinct dan perasaan. Aku percaya bahwa apabila ada suatu instinct berbisik untuk melakukan A,B,C, itu merupakan sebuah AI dalam diri, yang sudah di train dari sekian banyak event hidup yang kita lalui, dan memberikan sugesti instant kepada kita. Dan most of the time aku setuju apabila kita berada dalam kebimbangan, instinct lah yang bisa menuntun kita.
Tapi perasan itu berbeda. Perasaan itu sangat tidak pasti, sangat mudah berubah. Faktornya bisa biologis, kebiasaan kita lah, kurang makan lah, kurang tidur lah. Banyak. Sehingga, dengan perubahan yang sering ini membuat menjadikan perasaan sebagai fondasi untuk berpikir dan bertindak itu tidak baik.
Orang akan menyiksa diri sendiri apabila terlalu terikat dengan suatu kepercayaan. Orang tidak akan berpendirian apabila ia selalu mementingkan perasaannya. Orang yang hebat adalah orang yang menyadari dua hal itu mempengaruh pikiran dan perbuatan, tapi tidak menjadi budak dari keduanya. Menyadari, tapi tak diperbudak.