Besok senin, kamu harusnya kerja seperti biasa tapi tiba-tiba mamamu telfon, disuruh pulang karena ada kegiatan eventual, yang gak bakal tau kapan diadakan lagi. Apa yang bakal kamu pilih?
Kalau diliat secara nature, kegiatan eventual yang gak tau kapan dateng lagi itu lebih langka. Otak kita terdoktrin kalau sesuatu yang scarce, itu lebih precious. Jadi harusnya milih kegiatan eventual ini. Tapi kebanyakan orang lebih milih kerja.
Aku dulu suka kesel kalau kita tidak bisa ikut acara keluarga, atau acara apapun karena alasan “kerja”. Karena aku mikir kerja itu gak bakal kemana, gak papa ditinggal beberapa hari aja. Sekarang kayaknya aku tau kenapa.
Sesuatu yang kita lakukan terus menerus, menjadi sesuatu yang default, dan itu menjadi sesuatu yang membuat badan dan pikiran kerja otomatis. Energy reserved. Kerja salah satunya. Kalau kegiatan harian yang harusnya kita “kerja” ini diusik oleh eksternal force, tentu itu membuat kita tidak nyaman, karena itu membuat otak kita yang harusnya jalan otomatis menjadi bekerja secara foreground lagi.
Tentu faktor ketidaknyamanan ini bukan salah satu faktor penentu pilihannya. Banyak faktor lain misal:
- Kamu tau kegiatan itu tidak ada gunanya, gak ada manfaatnya kalau kamu lihat dari sisi aspek manapun. Capek biaya buat pulang kampung, terus ngabisin cuti yang harusnya bisa disimpan buat nanti. Jadi kamu nolak, dan milih tetap kerja.
- Mamamu gak pernah minta kamu pulang kampung, tapi kali ini beda. Walaupun kamu merasa gak guna, tapi asal mama bahagia kamu milih untuk ikut acara ini.