Kupu-kupu di medan perang

· 2 minute read

Banyak buku tentang produktivitas, membangun bisnis, menjadi efisien, menjadi pekerja handal aku baca. Banyak para twitter influencer yang bergerak di bidang yang sama aku follow. Tiap hari aku baca artikel 2000-4000 kata yang berkaitan tentang self-development, making money online, dan kawan-kawannya.

Beberapa ada yang sudah aku implementasi, walaupun semuanya gagal, dan yang paling sering hilang semangat ditengah jalan.

Setiap hari, setiap malam aku selalu memikirkan, besok ngapain, besok ngapain. Memikirkan masa depan mau kayak gimana. Kondisi existing yang belum bisa menggapai masa depan ideal yang aku inginkan.

Berusaha dengan mengkonsumsi konten-konten related, dengan mengaplikasikannya, well walaupun cuma dikit persen. Ada pencapaian yang aku banggakan, dan ada pencapaian yang aku merasa kurang.

Aku selalu berada di mode perang, selalu mencari efisiensi, selalu memikirkan masa depan. Money solves money problem, tapi 80% problem itu memang berkaitan dengan uang. Jadi faktor lain bisa nunggu, asalkan ada uang itu nanti bisa digapai. Gitu pikirku.

Romansa tidak membantu kita apa-apa untuk menggapai tujuan. Mana bisa kita membangun kerjaan kalau kepala kita diselimuti oleh rainbow, butterflies and clouds. Gitu pikirku. Ternyata itu tidak benar. Relaksasi, berhenti, mengatur nafas, dan mundur beberapa langkah dari medan perang rasanya tidak buruk juga. Merasakan romansa.

Dulu aku selalu mikir, untuk menggapi tujuan, intensitas itu adalah bahan baku wajib. Always in state of war. Maybe that’s true. Tapi banyak jalan menuju Roma. Romansa memberikan aku perspektif berbeda atas goalsku. Menjadi sumber motivasi yang berbeda. Menata ulang kembali tujuan, pivoting, buang yang sudah obsolete, fokus dan tentukan lagi tujuan yang benar. Recommended.

comments powered by Disqus