Logic over emotion. Aku selalu mengedepankan logic, karena aku merasa logic adalah parameter yang mengacu kepada kebenaran. Manusia secara general adalah makhluk yang emotional, walaupun katanya laki-laki katanya lebih memikirkan logic, sedangkan perempuan lebih ke emotion.
Sejak lahir aku enggak mengedepankan logic sih, tapi seiring aku beranjak dewasa baru mengedepankan logic, berarti reasonku bukan karena “cowok itu lebih mengedepankan logic”, tapi menemui fakta bahwa logic is the good parameter to make decision.
Secara individu, mungkin hampir 80% situasi aku bisa mengedepankan pikiran rasional daripada emosi. I don’t want to be a robot, makanya 20% nya tentu aku masih menggunakan emosi.
Tapi aku merasa, untuk sekarang menggunakan logic untuk reasoning behind of everything itu masih sulit, mungkin karena statusku di masyarakat dan belum punya banyak uang hahaha. Yang jelas kalau mau pake logic untuk segala hal itu masih belum bisa untuk diriku yang sekarang. Terutama yang berhubungan dengan sesama manusia atau masyarakat.
Makanya terkadang aku sering dilabeli “tidak peka” oleh masyarakat, karena yah tentu masyarakat itu masih menggunakan emotion over logic, karena truth dari masyarakat, social truth lebih didapatkan dengan menggunakan parameter emotion.
Di momen dimana aku tidak bisa menggunakan pikiran rasionalku karena pikiran dibanjiri fallacy emosi (is that a thing?)di momen itu aku sebenarnya agak takut.