Di post sebelumnya aku sering nge-boost bagaimana bagusnya tiktok, dan inovatif tiktok, teknologinya, platformnya. Tiktok berhasil membuat para creator untuk membuat short video yang bisa membuat user ketagihan berdasarkan sinyal insentif yang mereka rancang, atau bahkan mereka tidak perkirakan.
Tapi karena sesukses itu, tiktok memuaskan otak kita, memberikan candu akan rasa enak dari menonton short video dengan segala algoritma yang sudah di enhance dengan teknologi terkini. Konten baru dan visual. Tiktok sekarang bikin orang mendapatkan informasi mesti nunggu ada orang joget-joget di background ditambah dengan hook lagu jedag jedug nungguin irama yang pas. Kita gak membencinya, kita suka. By default.
Tiktok juga bikin focus span orang, kalau udah dalam 5 detik konten itu tidak menarik perhatian, orang akan bosan dan langsung swipe up untuk mencari konten baru. Selalu mencari novelty.
Saking bagusnya novelty yang diberikan, kita akan semakin lama main di tiktok. Wasting time yang harusnya waktunya dipakai untuk hal yang lebih produktif.
Sebuah inovasi pasti selalu ada dampak negatifnya. Mau seinovatif apapun. Di case tiktok itu, ya negatifnya ini. Short content video tidak akan bisa mengalahkan high value content dari long form video. Short video akan selalu berisi platitude dan informasi yang tidak dalam. Tapi informasi ya tetap informasi, walaupun tidak dalamyang penting informasi itu baru. Memuaskan nafsu akan kebaharuan.
Tapi bukti nyata short video ini “sukses” adalah dengan ditirunya oleh kakak-kakaknya. Reels dan shorts. Artinya ya orang-orang sukanya memang itu. Mereka tidak menggunakan kesadarannya waktu menggunakan tiktok. Kesadarannya baru jalan ketika otak dan mata udah penat, dan waktunya untuk berhenti main. 3 jam kemudian.