Observasi: Fenomena Bucin x Toxic

· 3 minute read

Ini bakal jadi dump idea tentang bucin dan toxic menurut observasiku. Dulu aku gak pernah paham, kenapa orang masih mau sama orang yang udah gak respect, udah nyakitin dia. Sekarang kayaknya aku paham Bucin dan toxic, itu sebenarnya mirip-mirip, tinggal satu langkah lagi dari bucin bisa jadi toxic. Bucin adalah bibit toxic. Bucin alias budak cinta, orang yang lagi kasmaran-kasmarannya, rela berkorban, mau ngasi segalanya buat si pacar. Bucin ini fenomena dah, sampai ada istilahnya kan “bucin”. Kalau udah ada istilahnya, berarti ini udah termasuk sebuah fenomena. Toxic adalah pihak pacar, yang sadar akan kebucinan pacarnya dan memanfaatkannya. Berarti kalau aku bilang ini, apakah toxic bisa dibilang bucin yang one way? Kayaknya enggak juga. Mungkin bisa kita jabarin nanti jenis-jenis toxic. Bucin itu gapapa sebenarnya, asal ada feedback. Toxic relationship, dikatakan toxic karena semakin kita memilih untuk stay, itu bakal semakin kita tersakiti, atau mati pelan-pelan. Toxic itu menurutku penyebabnya ada dua macam. Yang pertama penyebabnya adalah salah satu orang pihak, yang kedua adalah karena dua orang itu bersama, jadinya toxic. Kalau gak ada bucin, kemungkinan besar toxic tidak akan terjadi. Toxic adalah bucin yang sudah melewati borderline, ada rasa tidak ingin kehilangan, hingga rasa itu sampai menjadi “kalau aku gak sama dia, gak ada yang mau sama aku” atau bahkan sampai “aku tidak bisa hidup tanpa dia”. Ketika kita sama orang yang kita sayang, feeling menjadi dominasi daripada logika. Berlebihan, hingga menjadi logic kita gak kepake. Itu sebenarnya enggak baik. Aku masih pakai rule, apapun yang berlebihan itu tidak baik. Mencari perasaan, apalagi good feeling dengan ngebucin. Ngebucin itu kan sebenarnya menjaga good feelings ini tetap ada. Tujuan enak, bikin perasaan enak. Tapi, pada saat di momen ini yang bikin bahaya adalah decision making bakal didasari oleh perasaan. Bukan fakta yang berwujud. Ini yang harus dihindari, jangan karena it makes us feels good, kita terus melakukannya, padahal faktanya kita sengsara. Bucin dan toxic adalah dua sisi koin. Semaksimal apa sih kita baik ngebucin sebenarnya?

  • Jangan sampai bikin rugi kita secara fakta, Langung ke contoh: Kita merasa feels good atau biasa aja, tapi faktnya kita udah jajanin pacar sampai menghabiskan 2 tahun tabungan kita buat masa depan. Kita ditipu oleh perasaan
  • Jangan sampai keluarga diabaikan, Prioritas ibu bapak kakak adik, apalagi sampai musuhan sama mereka gara-gara dihasut pacar. Ingat, kamu belum ketemu lama sama pacarmu, orang tuamu udah ngurus kami dari masih peyek.
  • Jangan sampai gak dapet feedback. Feedback itu relatif. Ada yang mereka harus mendapatkan kadar bucin yang mereka kirim, ada yang gak perlu juga, macem-macem. Tapi kayaknya, kalau gak dapet feedback gak bakal bucin. Kecuali diancem buat putus?

Banyak ancamannya, tapi menurutku ancaman putus/cerai 90% mendominasi digunakan senjata untuk memanipulasi pasangan. Karena apa, kalau menggunakan senjata itu berarti pasangan takut pisah, karena takut pisah berarti orang itu sayang, karena sayang bakal nuruttt (dengan dominan feels good) walaupun di bego-begoin supaya gak diancem pisah. Kalau ancaman lain, dominan feels bad.

Toxic traits bisa works kalau dilakukan oleh orang yang lagi memiliki bucin traits.

comments powered by Disqus