Pijit & Kotbah

· 2 minute read

Bapaku jago pijet. Aku beberapa kali kalau merasa butuh pijet, aku minta dipijet. Mungkin 1 bulan - 2 bulan sekali lah. Dan hari ini aku kebetulan lagi butuh.

“Pak capek? Mau mintak di pijetin ya”. Most of the time bakal di pijetin.

Selama mijet, bapakku selalu ngasi kotbah. Aku tanya aja sekalian topiknya apa, kayak gini:

“Pak lagi baca buku apa sekarang?” “Power of now de (made)". Aku tau secara kebayang, apa yang bakal isi bukunya tu.

“Kayak gimana tu?”

Sambil bapakku mijetin aku, kotbah lah dia. Isi kotbahnya sudah ku sesuaikan dengan penangkapanku

Kita selalu tidak ada di present times. Kita selalu menyesali masa lalu, dan worry atas masa depan. Dan ini tu hdefault dari manusia, kita akan defaultnya selalu kayak gitu.

Kapan kalian terakhir makan for the sake of makan? Pasti gak pernah. Setiap kita ngunyah, nyendok, kita pasti mikirin nanti bakal ngapain, kemarin ngapain. Ada aja yang kita pikirin. Begitu juga ketika kita lagi liburan, kita tidak full menikmati liburan itu, pasti ada aja yang kita pikirin, misal nanti abis liburan kerjaan numpuk nih. Apapun, selalu ada.

Dengan menyadari itu dan mencoba untuk berpikir tentang saat ini aja, kedamaian akan datang. Karena kedamaian itu datang dari diri sendiri, bukan dari faktor eksternal. Kalian bisa ngobrol sama orang terkasih bisa lebih menyenangkan dibandingkan kalian liburan ke labuan bajo tapi worry atas kerjaan sehabis cuti, worry atas uang yang habis dipakai buat liburan.

Kita sering mendefiniskan diri kita adalah pikiran, padalah kita, kesadaran yang kita miliki tidak sama dengan pikiran kita. Kesadaran != pikiran. Kita harus sadar, bahwa pikiran ini memang suka gitu, baru kita bisa menikmati present time. Kesadaran adalah force yang membuat kita bisa terlepas dari pikiran default yang ada.

Kira-kira itu. Pas kotbahnya selesai, selesai juga pijetannya. Badan langsung relax, langsung pingin tidur, tapi aku inget aku belum nulis hari ini.

Walaupun aku sudah tau, even aku udah pernah nulis juga dengan konteks yang sama dengan narasi yang berbeda, Aku bakal tetap dengarkan. Apapun itu. Karena menurutku kotbah bapak ini bisa jadi unique pointku atas observasi, dan sebagai ramuan tambahan atas gudang ide sehingga aku bisa mengartikulasikan pikiran dengan lebih baik. Bisa mendapatkan edge case atas beberapa ide besar, atau bisa mensintesis dan menghubungan itu menjadi ide baru. Also, kapan lagi ngorte bener sama bapak kalau gak bahas “ilmu”.

Btw ini tulisanku tahun lalu:

Free Write 5 Minutes: Be Present

Free Write 5 Minutes: Be Present & Technology

comments powered by Disqus