Pilihan

· 3 minute read

Ketika kamu berada di sebuah pilihan. Pikirkan dua hal. Apakah pilihan itu bersifat irreversible, alias one way tiket. Atau pilihan itu adalah pilihan yang reversible, alias kita bisa kembali ke pintu yang sudah kita buka.

2 hari lalu boss ku dateng ke Bali, karena udah lama gak ketemu beliau ngajakin aku buat makan bareng-bareng rombongan mereka. Kita silaturahmi, kita ngobrol macem-macem, dan akhirnya ngobrol tentang kebijakan kantor yang baru.

Kebijakan kantor ini sedikit kontroversial karena, ketika kita milih untuk ikut, maka status kita sebagai karyawan bisa cabut, karena kita milih untuk kesana. Beliau bilang: “Gimana tanggapanmu tentang x?” Aku bilang: “Berat pak, perlu mikir lagi, terlalu banyak yang belum diketahui. Karena itu one way ticket, tujuan kita kesini pertama kali bukan itu, tapi ini kan belum fix, semoga mungkin ada perubahan rule lagi”.

Ketika sebuah pilihan itu irreversible, itu memang harus pikirkan secara matang, berdasarkan informasi yang sudah kita punya. Kenapa? Karena sekali salah, memang bener-bener bisa menjadi upside down hidup kita. Keterbatasan informasi dan waktu yang banyak bisa mengurangi kemungkinan error. Setidaknya kalau error, kita sudah berusaha sebaik mungkinkan, no regrets.

Do our best when it isnt enough

Ketika sebuah pilihan itu reversible, memikiran mau milih apa malah bikin kita menjadi paralyzes. Habis waktu buat mikir, dengan informasi yang segini segini aja. Daripada menghabiskan waktu buat mikir, mengextract, memanipulasi dengan informasi yang terbatas, bagaimana kalau kita menambahkan informasi untuk dicampur ke formula, dengan mencoba milih salah satu.

Mencoba salah satu menambah informasi. Action gives information.

Temanku ditawari kerja, yang gajinya 2x lipat dari gaji sekarang. Dimana hari ini hari deadline dia, dia bingung. “Disini udah enak, stabil walaupun pas-pasan”. “Nanti takut disana high risk, apalagi katanya 2023 bakal ombang-ambing”. Pertanyaannya, dari mana dia tau “disana” high risk dan terombang-ambing? Benar dia tidak tau, cuma memperkirakan dari informasi di Internet.

Cara untuk mencari tau, yaudah pilih pilihan kedua. Mungkin kalian mikir, ini gak irreversible dong? Bener kalau kita beneran ngomong head-to-head, karena banyak kemungkinan kalau company awal tidak mau menerima dia lagi kalau misalnya dia mau kembali. Tapi kemampuan dia bisa mendapatkan offer 2x lipat dari benefit current company menurutku udah bisa jadi acuan bahwa, ketika hal yang dia takutkan datang, dia bisa pindah kemana aja, even dengan gaji yang lebih meningkat. “Reversible”-nya disini berarti dalam tingkat tetap kerja dan dapat salary.

Setelah aku nulis ini, tingkatan reversible dan irreversible nya bisa diambil dari manapun. Tapi yang sering kita salah kaprah adalah me-“irreversible” kan decision yang sebenarnya bisa reversible. Itu yang mesti kita hindari, karena wasting time. Mending sikat, 1-2 tahun lagi baru mikir apakah ini benar atau enggak, kalau enggak yaudah balik. Opportunity costnya kecil.

comments powered by Disqus