On Trias Politica
Trisa Politica adalah suatu konsep pemisahaan kekuasaan di negara. Legislatif, Eksekutif, Yudikatif. Legislatif yang buat undang-undang, Eksekutif yang menjalankan undang-undang, Yudikatif yang memantau, apakah undang-undah sudah sesuai dengan konstitusi atau hukum tertinggi negara. Kalo di Indo yaa UUD 1945
Konsep ini sudah ada dari dulu dan digunakan juga oleh Indonesia. Supaya kekuasaan negara tidak absolut dan demokrasi bisa ditegakan, karena tidak ada kekuasaan yang semenang-menang
Yang terjadi sekarang adalah, pelanggaran prinsip oleh lembaga legislatif, yang ingin membuat atau merisivisi undang-undang tandingan, setelah keputusan MK terkait syarat pencalonan pemilu daerah.
Ada pelanggaran disana.
On Jokowi Effect.
Jokowi sudah 10 tahun menjabat sebagai presiden. Dan selama itu, ia menjadi salah satu presiden yang paling disukai. Karena rakyat merasa “relate” dengan Jokowi yang Grassroots, dari kalangan bawah, tukang kayu, suka blusukan dan bawaan yang sederhana. Rakyat merasa terwakili oleh kepala negara yang memiliki terkesan kesamaan background. Oleh karena itu, kemenangan Jokowi dalam pesta politik masih 100% sampai sekarang, dihitung sampai mantu dan anak-anaknya.
On Jokowi Action
Aksi yang bikin heboh sekarang, dan dua di belakang adalah tindakan securing power. Pengamanan kekuasaan. Tapi terkesan terlalu rakus dan terburu-buru, sehingga banyak orang bilang “pandora box” nya dibuka, dan baunya menyengat hingga tercium sana-sini. Mainnya tidak rapi.
On Power Corrupt
Disisi lain kita sering lupa bahwa beliau juga sama-sama manusia. Dan manusia itu berubah. 10 tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk bisa mengubah manusia. Banyak kejadian yang akan terjadi dalam 10 tahun kita hidup, dan sangat bohong apabila itu tidak mengubah persepsi dan cara kita berpikir dan bertindak.
Aku yakin kita selama hidup harus harus berusaha untuk mendapatkan power. Karena dengan memiliki power hidup jadi lebih mudah, mendapatkan kenikmatan juga jauh lebih gampang.
Tetapi, ketika kita sudah memiliki power yang besar, power itu sangat bikin candu. Tujuan kita sudah bukan untuk mensejahterakan diri dan keluarga, tapi tujuan kita adalah mendapatkan power, mendedikasikan diri untuk power, bukan untuk apa-apa, tapi untuk power itu sendiri.
Ini sangat natural, terikat di insting hewan kita. Survival instinct. Memiliki power berarti memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertahan hidup, melanjutkan keturunan.
Persentase manusia yang sudah terpapar power, untuk kembali dan duduk untuk menarik power yang mereka punya itu kecil. Ya karena itu, power bikin candu.
On Demo
Ketika kita ada kata demo, kita akan selalu ingat tentang demo 98, demo terbesar, reformasi indonesia. Tulisan ini ditulis di tanggal 21 Agustus. Dimana aku percaya demo akan terjadi, tapi tidak akan pecah. Dan ternyata aku salah. Demo yang terjadi sekarang skalanya sudah menyamai demo 2019 ketika pemilu kala itu.
Demonstrasi modern akan berbeda dengan dulu, karena teknologi sudah berkembang. Bahkan dari 5 tahun lalu juga bakal ada pembedanya. Efektif, di banyak media, tidak hanya dijalan. 2019 juga X belum se-independent sekarang.
Perlawanan demonstrasi juga akan berkembang. Waspada penyamaran dan penculikan. Buzzer, jangan sampai termakan lagi, karena ini adalah teknik yang sudah diketahui.
Ditambah cara-cara sekelas dan sejenis yang memanfaatkan sosial media juga akan bermuncukan. Sadari itu, dan tambah teknik untuk membentengi kita dari perlawanan terbaru.
Ketika kita berkelompok, ada suatu energi yang merasuki kita sehingga kita bertindak dan berpikir sebagai kelompok. Kita akan makin simple. Semakin ramai masa-nya, semakin satu, semakin simple kita. 0 dan 1. Di dalam suasana ini, kita akan mudah untuk tergiring. Kita akan mudah untuk panas, dan kita akan mudah untuk disetir, dan akhirnya di-framing oleh para tandingan. Be the wolf. Tetap berpikir jernih, dan ingatkan kiri kanan. Dan jadilah wolf bareng-bareng.
On Democracy
Aku percaya demokrasi sampai pada titik akhirnya tidak sepenuhnya. Demokrasi memiliki core value, dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Dewan yang mewakili rakyat, memang kebanyakan tidak sepenuhnya mewakili rakyat.
Demokrasi adalah ilusi para elit agar terlihat rakyat memiliki kebebasan untuk memilih, yang sebenarnya tidak. Well, kita tentu bisa memilih, kita punya pilihan, tapi di level sampai mengarahkan negara ini mau kayak gimana, itu sebenarnya tidak.
Disisi lain, para elit juga memiliki pendapat bahwa, apabila pilihan berada di tangan rakyat, negara ini tidak akan bisa survive. Mereka percaya apa yang mereka lakukan adalah kepentingan negara. Dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat, tapi rakyatnya tidak sepintar itu. Dengan upah ngurus negara dan rakyat, para elit minta “sedikit” kekayaan negara, “sedikit” uang kas rakyat buat kepentingan sendiri. Ujung-ujungnya melakukan keputusan-keputusan sendiri yang dipercaya akan mencipatakan order, yang sering kali tidak rapi sehingga tercium oleh rakyat.
On Next
Politik, hukum dan negara. Walaupun aku bilang aku tidak percaya demokrasi, tapi aku percaya bahwa kita bahwa kekuatan terbesar itu tetap di rakyat. Tetapi kekuatan ini, sangat susah untuk dibentuk karena setiap warga, setiap keluarga dan setiap individu itu akan lemah apabila bergerak sendiri sendiri. Tapi kalau jadi satu, tidak akan ada yang bisa melawan. Kita hanya serpihan kayu, tapi jangan salah, serpihan kayu bila dijadikan satu dan di poles bisa jadi meja besar dan bisa pake mukul batok pala kau.
Setelah ini berakhir, pemilihan calon legislatif akan tetap jalan. Dan jangan berpikir kalau mereka akan berbeda. Ingat: power corrupt. Rule of thumb yang bisa kita pakai adalah, jangan biarkan power absolut. Pecah powernya. Dengan cara:
-
Jangan memilih pejabat yang sama secara berurutan setelah menjabat 1x
-
Jangan memilih dari level daerah sampai level pusat pejabat dari partai yang sama, atau dari koalisi yang sama.
Pemilihan pertama bisa jadi ia memang memperjuangkan hakmu. Pemilihan kedua, sangat bisa ia menjadi memperjuangkan haknya dengan mengambil hakmu.