Quitting Job

· 3 minute read

Juni 2020, ketika pandemi masih tinggi-tingginya. Aku pulang ke Bali, meninggalkan Jakarta, membawa pulang semua barang-barangku disana dengan mimpi yang besar. Bikin apps, monetize, dan quit job. Kalau belum bisa di monetize, ngegojek dulu beberapa bulan. Ketika aku sekarang inget kemarin aku pernah mikir gitu, bego juga ya haha.

Itu semua berawal di tahun 2019. Kerjaan tidak ada yang fullfiling, tidak ada yang impactful, the pay was ok. Surfing di Internet, ketemu link di comment video random, aku klik dan browser mengarahkan ke website Indiehackers.com. Forum yang berisi tentang struggle, motivasi, perjuangan, update, sharing dan kisah sukses dari tech solopreneur

Berhari-hari aku mantengin itu, post demi post aku baca, produk demi produk aku filter dari revenue yang paling gede sampai revenue yang masih $200/bulan. Kebiasaan itu membentuk ide. List demi list ide tentang apps dan saas aku dokumentasikan disetiap ada ide muncul. Dan akhirnya, ketika ada kesempatan WFH, Ide nekat itu muncul. Untuk kali ini aku berterima kasih ke sifat omdo omdo ku karena, aku gak kebayang kalau aku beneran cabut kerja waktu itu haha.

Rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Ini yang bakal aku selalu ingat. Untuk tetap bersyukur, dan tidak mengambil decision yang penting tanpa akal sehat.

Seminggu lalu aku kondangan sama bapakku, di mobil kita saling cerita, dan akhirnya sampai di topik, banyak temennya yang dulu ketika kerja, punya bisnis sampingan yang sukses. Kesuksesan itu akhirnya membuat mereka berhenti bekerja. Tapi setelah berhenti bekerja, bisnis sampingannya malah mati, dan banyak dari mereka sekarang malah bekerja pas pasan. Kita bahas itu, dan akhirnya kita simpulkan kenapa dia malah ketika part-time malah sukses, ketika all in, fulltime malah gagal: Pikiran yang tidak tenang.

Memiliki 9-5 job ini membuat pikiran tenang, pikiran tenang membuat decision making makin baik, membuat chance untuk membuat error menjadi kecil. Karena dengan memiliki kerjaan tetap, kita tidak takut kalau side bisnis kita itu tidak bangkrut, toh kita masih punya kerjaan, kita masih punya safe net yang akan menolong kita dari tergelincir supaya tidak jatuh terlalu dalam.

Tapi dengan quit, dan berpikir “Kalau sambil sibuk kerja aja, side-bisnisnya sukses kayak gini, apalagi kalau all in disini”. Rumusnya masuk akal kok. Tapi ternyata, ada variable ketenangan ini yang luput dimasukan ke rumus. Keluar dari kerjaan tetap, fulltime di bisnis. Membuat pikiran tidak tenang. Ovethinking akan ketidakstabilan pendapatan tetap, yang akhirnya merembet ke tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, dapur, anak, dan keluarga.

Pikiran tidak tenang, chance untuk mengalami error sering terjadi. Dan overthingkingnya akhirnya beneran kejadian. Bisnis bangkrut, balik lagi nyari kerja tetap. Syukur-syukur dapet kerjaan yang sama kayak dulu, sering kali kita akan menghumblekan diri, dan nerima kerjaan apapun yang bisa kita ambil saat itu juga.

comments powered by Disqus