Skin in the game

· 2 minute read

Skin in the game atau bahasa indonesianya terjun ke lapangan.

Terkadang sesuatu memang kita harus terjun ke lapangan supaya kita bisa tau dan bisa belajar. Belajar dari text book, belajar dari text tanpa terjun kelapangan itu, sering kali tidak se-optimal untuk terjun ke lapangan. Tidak efisien, tapi works.

Aku baru aja dapet tugas yang besok mesti dikelarin. Tugas yang bisa dibilang not related to programming, tapi bangun apps, itu perlu. Yang biasanya di settingin orang sekarang harus aku yang setting. Deadlinenya besok, kalau belum di setting sampai besok, apps jadi down, dan berabe lah pokoknya.

Stressfull situation, belum pernah melakukan, dan apabila tidak bisa efeknya bakal parah. Tapi akhirnya aku bisa. Dan sekarang aku paham bagaimana cara melakukan itu apabila nanti diperlukan lagi. Coba kalau aku tidak pernah setting ini sekarang, bagaimana aku bisa tau, bagaimana aku belajar? Memang kayak gitu.

Tapi tentu, ketika kita terjun ke sesuatu yang kita tidak paham, atau tidak fully understand, itu memang uncomfortable. Itu yang banyak orang tidak mau. Jadinya dia hanya terus belajar teori-teori tanpa mencoba. Rasa tidak nyaman itu yang memang tidak nyaman, tapi itu harus dilalui kalau mau mengetahui/mendapatkan sesuatu. Harus terjun kelapangan.

Terbentur terbentur terbentuk. Kita kadang memang harus gagal dulu berkali-kali sebelum bisa. Gagal itu di normalize. Bahkan kegagalan itu dicari-cari. Harus nyaman dengan kegagalan. Mungkin waktu kita kecil, lingkungan rumah, sekolah, tidak men-encourage untuk gagal. Aku tau itu, dan memang itu yang sebenarnya force yang menghentikan kita untuk melakukan sesuatu. Tapi sekarang aku melihat, sudah banyak informasi yang beredar, banyak influencer di sosial media, para bilioner yang bilang ke public bahwa gagal itu harus, ku harap orang-orang jadi terinfluence dan lebih berani melangkah. Ini reminder juga buatku.

comments powered by Disqus