Tentang Bootcamp

· 3 minute read

Tepat minggu lalu aku selesai bootcamp. Bootcamp ini sepertinya cuma term pekerja software, dimana kita dikumpulkan di satu tempat yang sama untuk melakukan pekerjaan karena disuruh ngebut untuk mengejar deadline yang tidak masuk akal.

Tim bootcamp selama 5 hari di puncak, dengan makanan looping yang akhirnya di hari terakhir ketika perjalanan pulang kita udah enggak sanggup buat makan makanannya dan melipir ke kfc.

Tapi kenapa manajemen melakukan bootcamp, dan kenapa bootcamp itu terbukti works untuk menyelesaikan deadline deadline yang tidak masuk akal?

Bootcamp itu kita kerja dengan waktu yang lebih lama. Kita kerja dari jam 9am sampai jam 12pm dan terus melakukan itu selama 5 hari. Berarti dalam seminggu yang normalnya kita bekerja 40 jam, ini sekarang kita bekerja 75 jam.

Bootcamp membuat kita langsung berada didalam satu tempat yang sama, pagi, siang, malam dengan tim. Sehingga itu bisa memangkas waktu commute, serta menghilangkwan waktu diskusi formal yang bisa difokuskan untuk jerja kerja kerja.

Tapi se-efektif dan se-works bootcamp itu, aku rasa itu tidak boleh dilakukan sering-sering juga. Ibarat kita kerja 2x lebih banyak dari pada biasanya, sehingga kapabilitas tim untuk burnout akan sangat besar. Sangat besar, bahkan dalam bootcamp yang cuma dilakukan sekali-kali, kemungkinan juga bakal terjadi

Apabila bootcamp itu ingin dilakukan, perhatikan ini:

  1. Stress

Stress tidak akan terelakan. Kita berada dalam lingkungan yang terisolasi, dan ketika bibit bibit stress itu mulai bermuka, itu gampang sekali menyebar dan bertumpuk dan akhirnya bakal menyerang dan menginject tim. Salah satu cara yang ampuh tentu saja kita lakukan kegiatan stress-free disela-sela kerja, seperti fun games, atau outing pada salah satu hari bootcamp. Tapi apabila kita tidak memiliki kemewahan untuk melakukan itu, cara yang menurutku cukup oke adalah, bagi tim menjadi 2. Tim yang ikut bootcamp, dan tim yang tetap kerja seperti biasa. Dengan adanya tim yang tidak bootcamp, mereka tidak akan terpengaruh terhadap stress di lingkungan bootcamp, dan mereka akan menjadi individu yang mengisi keproduktifian, ketika tim bootcamp sedang stress-stressnya. Tapi pace tim yang tidak bootcamp mesti disesuaikan dengang yang bootcamp.

  1. Kesehatan.

Ini jangan diabaikan. Makan yang cukup, tidur yang cukup. Ketika bootcamp kita memang tempted untuk menyediakan berbagai macam snack agar peserta tidak kelaparan. Ini bisa jadi boomerang karena, berbagai macam snack itu bisa membuat perut kita menjadi campur aduk dan berujung diare. Ini benar, dan aku salah satu bukti hidupnya. Tidur yang cukup juga jangan diabaikan. Mungkin kita bisa menggunakan doping nikotin, kafein atau extra joss. Tapi jangan digunakan setiap hari selama bootcamp. Itu memang bikin kuat, tapi itu ibarat kita “berhutang” begadang, dan hutang itu nanti pada waktunya akan ditagih. Jadi, jangan hutang terlalu banyak. Selang seling harinya menurutku itu cukup strategis. Tapi kalau bisa, begadang-begadang yang normal saja.

  1. Tentukan goals.

Tentukan deliverable dari bootcamp ini. Karena apabila tanpa goals, peserta akan kurang tepat mengalihkan energi dan kerja selama bootcamp. Ditambah dengan stress tim yang menumpuk, ini bisa jadi sangat melenceng yang tidak sesuai dengan keingingan. Sangat bertolak belakang terhadap tujuan bootcamp yang biasanya kita diminta untuk mengejar suatu deadline dalam waktu yang tidak masuk akal. Bikin goals. Set ekspektasi, dan biarkan tim do the work.

Aku bilang bootcamp kemarin cukup sukses, walaupun tentu tidak semulus itu. Hari kedua udah pada tumbang. Diare terutama, padahal sudah makan 3 x sehari. Mayoritas butuh rokok, kopi, kratindaeng supaya tetap bisa bangun sampai malam. Bahkan ada yang kerja sampai jam 5 pagi, dan jam 9 lanjut lagi. Tidak sehat.

Tapi tentu saja, kalau bisa, jangan adakan bootcamp.

comments powered by Disqus