Tentang The New Moscow

· 4 minute read

Karena mereka punya duit jadi dikasi ijin. Intinya gitu aja. Ketika ada dari pihak berwenang yang mengijinkan, pasti bisa. Dan kita, local, pasti juga ada yang diuntungkan, entah itu dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang. Tapi, mereka tidak melihat dampak dari itu, mereka hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri dan keluarga dan kerabat, tidak melihat dampak 50 tahun kedepan.

Minggu lalu ada 1 post sosial media yang bikin emosi. Ada google maps, ngeblock di daerah canggu dan ada tulisan “the new moscow”. Modern imperialism memang sudah sering nampak di Bali. Ya, kalau ditanya memang salah kita sendiri, tapi “kita” yang dimaksud ini memang banyak yang kurang berpikir panjang, dan terpaksa untuk bekerja sama, seolah olah terlihat mutualisme, padalah sangat parasitisme. Gampang dibegoin.

Ketika melihat bule bule di Bali, yang tidak berpendidikan, bisa buka bisnis, hidup dengan gaya lifestyle yang tinggi, dibandingkan di negara asalnya. Living life banget di Bali, aku selalu merasa emosi. Dulu mungkin aku suka berpikir “Pajakin, Telusuri” dan lain lainnya, tapi tentu saja aku tidak bergerak secara aktif untuk itu. Cuma lihat sosmed, emosi, dan disimpan sendiri. Dan kalo dipajakin, untungnya buatku apa?

Tapi setelah sekarang setiap berita ini muncul, selalu bikin frustasi. “Apa yang membedakan dia dan kita?” “Kenapa dia bisa living life kayak gitu, sedangkan aku stuck di kos kosan 3x3 di Jakarta yang macet dan penuh debu ini?” “Sedangkan mereka hidup enak di kampung halamanku?”

Sudah bukan crab mentality lagi, bukan playing victim lagi, karena tidak ada gunanya, tapi lebih ke, bagaimana bisa menjadi mereka?

Tentu saja aku bukan mau bisa bikin semacam “the new moscow”, jadi juragan yang punya resort. Enggak. Aku cuma mau living life di Bali, menikmati segala hal yang diberikan di pulau ini, dengan keluarga dan orang orang terkasih dan memberikan kembali ke seikhas dan sebisanya. Itu aja, apa itu berlebihan?

Tapi disisi lain, narasi ini terus berdatangan. Bule menjajah, local tidak mendapat benefit. Apakah itu benar? Aku mencoba seobjektif mungkin, dan menurutku itu benar. Kalau melihat sendiri, dengar dari teman, pacar, bukan dari berita, itu memang benar adanya. Kita dipekerjakan, tapi tanah milik kita dimiliki oleh mereka. Yang seharusnya asset yang kita miliki bisa kita produktivitaskan sendiri, dan ngasi makan sendiri.

Well tentu saja, mereka tidak bisa beli tanah. Mereka “leasing” 20-30 tahun. Ada juga beli tanah atas nama istri/suami mereka yang orang indonesia. Jadi mereka nikah supaya bisa memiliki asset di Bali. Ada juga lewat jalan jalan tikus, yang aku dengar, mereka secara patungan bikin company gadungan, terus beli tanah atas nama company itu. Selalu ada jalan jalan kayak gini.

“Ya jangan beli tanah di canggu dan sekitarnya dong”. Bener, di bali utara, timur, itu tanah masih terjangkau. Tapi ya… Gimana yak, mungkin gini deh, ok generasi kita bisa beli tanah di daerah yang masih terjangkau. Tergusur kesana, tapi anak cucu kita? Tinggal menunggu waktu. Disisi lain, korelasi harga tanah yang naik, akan berdampak ke banyak banyak hal juga ikutan naik.

Makanya sekarang ketika ada teman sesama orang bali yang sukses, punya bisnis, segala macem, i’m rooting for them. Pesanku, beli tanah yang banyak, terus tanahnya jual lagi ke sesama orang Bali. Tunggu aku.

Tapi disisi lain, menurutku pemerintah perlu membuat regulasi terkait ini. Balik lagi the new moscow, ini adalah beneran penjajahan. Mengambil sebagian lahan milik indonesia, bikin sebuah kampung moscow, yang hanya boleh ditempati oleh orang russia, di Bali. Seberapun untungnya orang-orang yang terlibat, yang memberikan ijin, yang kecipratan proyek, yg dapet uang rokok dll, harusnya ini sudah menjadi limitasi atas, kok bisa lolos yang kayak gini.

Lalu yang sewa villa, terus jadi pabrik drugs russia di basementnya, jadikan ini sebagai pertanda bahwa, gampangnya perijinan orang luar untuk menyewa, membuat bisnis, dan membeli/membangun tanah rumah disini itu butuh di koreksi.

Kalo mau perhitungan cuan-cuanan, kayak sekarang di bea cukai yg sangat perhitungan kepada barang-barang orang yg dateng ke indonesia, bikin juga kayak gitu, khususkan ke bule-bule yg mau melakukan ini, tarik komisi yang gila gilaan. Kenapa susah?

comments powered by Disqus