Unfinished

· 2 minute read

Tahun 2021 sampai sekarang. Mungkin sekitar aku beli 6 game. Yang aku tamatin cuma 1.

Ada banyak buku di tahun ini yang aku minat baca. Buku cetak, kindle, audiobook atau pdf. Sama, cuma 1 yang aku selesaikan.

Mau tau udemy courseku? Mungkin aku ada 6-9 kursus yang aku beli dari tahun 2018. Yang aku selesaikan 0. Lebih parah.

Ada beberapa yang memang aku drop. Karena gak suka atau udah cukup yaudah gak dilanjutin lagi. Itu gak masalah

Tapi ada beberapa yang bukan karena isinya sudah tidak menarik. Masih menarik, tapi ada hal yang lebih menarik diluar sana yang ingin dilakukan, yang sebenarnya enggak. Beberapa hal ini selalu terngiang-ngiang diingatan. Selalu minta untuk diselesaikan.

Kita terlalu sering mendahulukan sesuatu yang terlihat penting tapi sebenarnya hal itu tidak ada finishnya. Dibandingkan sesuatu yang eventual yang bisa diselesaikan. Cukup sekali abis itu udah.

Contoh aja kerja dan kumpul keluarga. Kita memilih kerja dibandingkan ketemu keluarga. Kerja yang gak ada endingnya, daripada kumpul keluarga yang sesuatu eventual yang jarang terjadi.

Secara best practice, tentu kita harusnya menyelesaikan sesuatu yang bisa “finsih”. Sesimple karena itu bisa diselesaikan, sehingga tidak menjadi tanggungan lagi dan lanjut ke hal-hal lain. Tapi realita sering banget kebalikannya.

Bayar hutang, minta maaf, nyatakan perasaan, telfon ibu bapakmu. Selesaikan semua utang-utang masa lalu. Supaya tidak menjadi beban untuk kita bergerak ke masa depan.

Kayaknya aku mau menyelesaikan beberapa itu. Start dari game dulu :p

comments powered by Disqus